REVIEW JURNAL SKRIPSI "ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN, GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN"

Sabtu, 30 November 2013


Pada pembahasan kali ini, saya akan mereview jurnal skiripsi yang disusun oleh Chairul Amri dan Dr. Untara, S.E.,M.M. adapun judul skripsinya adalah   ”ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN, GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN”










Berikut Review jurnal yang saya buat :
A.      Pendahuluan
Sejarah perkembangan akuntansi, yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggung jawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (social) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Beberapa peristiwa akibat perusahaan yang tidak mengindahkan tanggung jawab sosial yang mengakibatkan kerusakan lingkungan masih sering terjadi. Sebagai contoh adalah kasus PT Freeport Indonesia di Papua, kasus PT Newmont di Buyat, atau bahkan lebih fenomenal yaitu kasus lumpur panas di ladang migas PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. Kasus seperti ini seharusnya dapat membuat perusahaan meyadari bahwa masyarakat merupakan bagian dari lingkungan perusahaan. Hadirnya perusahaan di tengah-tengah masyarakat seharusnya tidak memberikan kerugian yang besar, namun sebaliknya memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sebenarnya telah menjadi perbincangan sejak beberapa dekade lalu, dan kini juga tengah marak gaungnya baik di tingkat nasional maupun global. Telah banyak perusahaan yang menyatakan bahwa CSR adalah penting karena perusahaan sesungguhnya tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis kepada para shareholders mengenai bagaimana memperoleh profit yang besar, namun perusahaan juga harus memiliki sisi tanggung jawab sosial terhadap stakeholders di lingkungan tempat perusahaan beroperasi
B.      Metode  Penelitian
·         Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara mengumpulkan data yang merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh variabel-variabel yang bersangkutan kemudian menganalisis dengan menggunakan alat analisis yang sesuai dengan variabel – variabel dalam penelitian.
·         Populasi dan sampel
Populasi adalah jumlah seluruh objek yang karakteristiknya hendak diduga (Handoko, 2008). Populasi penelitian ini merupakan perusahaan yang masuk didalam kategori LQ45 yang terdaftar di BEI. Adapun kriteria – kriteria yang dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1.        Perusahaan yang masuk atau tergabung dalam kategori LQ45 yang mencakup dan bertahan selama tahun 2008- 2010 dengan mengambil bedasarkan LQ45 periode 2008 sampai dengan 2010.
2.        Emiten memiliki data rasio keuangan yang berkaitan dengan pengukuran variabel lain yang diperlukan dan mempunyai data keuangan lengkap, yaitu laporan keuangan audit per 31 Desember dan harga saham closed date yang dapat diandalkan kebenarannya pada tahun 2008-2010.
2.
·         Jenis dan sumber data
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 – 2010 yang telah dipublikasikan. Data dalam penelitian ini juga diperoleh dari homepage BEI yaitu www.idx.co.id.
·         Variable yang digunakan
1.       Variable dependen
Variable dependen adalah variable yang dipengaruhi oleh variable independen.
2.       Variable independen
Variable independen adalah variable yang mempengaruhi variable lain.
C.      Hasil dan Pembahasan
·         Analisis Regresi linier berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menentukan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Berikut adalah tabel hasil output persamaan regresi dari penelitian ini.



 Persamaan regresi linier berganda dengan 3 variabel independen sebagai berikut :

Y = a + C1X1 + C2X2 + C3X3
Y = -1,274 + 0,046X1 + (-0,707X2) + 6,452X3
Berdasarkan persamaan regresi yang didapat, diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan adalah variabel CSR. Hal ini disebabkan karena CSR memiliki nilai koefisien regresi yang paling tinggi.
·         Uji Signifikasi Parsial



Dari pengujian statistik terhadap parameter-parameter regresi secara parsial atau individual. Didapat ROE dan CSR berpengaruh signifikan terhadap Tobin'Q. Sedangkan KM tidak berpengaruh signifikan.

·         Uji Signifikan Serentak (uji f)





Pengujian statistic terhadap parameter-parameter regresi secara bersam-sama. Hal ini untuk membandingkan antara f-hitung dengan f-table, dengan tingkat signifikasi 5%, dfl = 3, df2= 53. Dengan criteria pengujuan sebagai berikut :
ü  Jika Ftabel > Fhitung, maka tidak berpengaruh signifikan
ü  Jika Ftabel < Fhitung, maka berpengaruh signifikan


Yang diperoleh adalah diketahui bahwa nilai dari F hitung adalah sebesar 7,499 sedangkan nilai Ftabel dengan df1 = 3 dan df2 = 53 pada α = 5% adalah 2,78 yang berarti Ftabel < Fhitung maka dengan demikian menolak hipotesis nol. Bahwa secara keseluruhan variabel CSR, GCG dan ROE berpengaruh terhadap variabel Tobinsq.


Sumber :

PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI

1.   Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Akuntan sebagai suatu profesi dituntut untuk mengikuti perkembangan dunia yang semakin global. Profesi akuntan Indonesia di masa yang akan datang menghadapi tantangan yang semakin berat, terutama jika dikaitkan dengan berlakunya kesepakatan Internasional mengenai pasar bebas. Profesi akuntan Indonesia harus menanggapi tantangan tersebut secara kritis khususnya mengenai keterbukaan pasar jasa yang berarti akan member peluang yang besar sekaligus memberikan tantangan yang semakin berat. Kantor akuntan Indonesia dapat memperluas jaringan operasinya dengan mendirikan kantor cabang di luar negeri, dimana hal tersebut tentunya merupakan peluang yang sangat menguntungkan. Tantangan yang muncul adalah masuknya kantor-kantor akuntan asing ke Indonesia yang tentunya mengancam eksistensi profesi akuntan Indonesia. Kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan untuk menghadapi tantangan yang muncul akibat pasar bebas tersebut. Menurut Machfoedz (1997), profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi tersebut, yaitu: keahlian (skill), karakter (character), dan pengetahuan (knowledge).
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Peran akuntan antara lain :
a) Akuntan Publik (Public Accountants)
Akuntan publik atau juga dikenal dengan akuntan eksternal adalah akuntan independen yangmemberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Akuntan publik merupakan satu-satunya profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit yang bersifat independen. Yaitu memberikan jasa untuk memeriksa, menganalisis, kemudian memberikan pendapat / asersi atas laporan keuangan perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan. Yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) dan dalam prakteknya sebagai seorang akuntan publik dan mendirikan kantor akuntan, seseorang harus memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasaperpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan system manajemen.
b) Akuntan Intern (Internal Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntanintern ini disebut juga akuntan perusahaan atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari Staf biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan. tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.
c) Akuntan Manajemen
Akuntan manajemen merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja di perusahaan-perusahaan. Akuntan manajemen bertugas untuk membuat laporan keuangan di perusahaan
d) Akuntan Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya dikantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK).
e) Konsultan SIA / SIM
Salah satu profesi atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh akuntan diluar pekerjaan utamanya adalah memberikan konsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan sistem informasi dalam sebuah perusahaan.Seorang Konsultan SIA/SIM dituntut harus mampu menguasai sistem teknologi komputerisasi disamping menguasai ilmu akuntansi yang menjadi makanan sehari-harinya. Biasanya jasa yang disediakan oleh Konsultan SIA/SIM hanya pihak-pihak tertentu saja yang menggunakan jasanya ini.
f)     Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
2.   Ekspektasi Publik
Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini dibandingkan dengan orang awam. Selain itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan.
3.   Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
a) Integritas
Setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan  konsisten.
b)Kerjasama
Mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
c) Inovasi          
Pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
d)Simplisitas      
Pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Teknik akuntansi (akuntansi technique) adalah aturan aturan khusus yang diturunkan dari prinsip prinsip akuntan yang menerangkan transaksi transaksi dan kejadian kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
4.   Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Masyarakat, kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas serta tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, antara lain:
a) Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
b) Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material dan kriteria yang telah ditetapkan.
c) Jasa Non Assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Sumber


ETHICAL GOVERNANCE

Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
  • Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu
  •  Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
  • Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Selanjutnya pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governancesebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders.
B. BUDAYA ETIKA
Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan.Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
  1. Logika, mengenai tentang benar dan salah.
  2. Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
  3. Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Etika pemerintahan dapat mengkaji tentang baik-buruk, adil-zalim, ataupun adab-biadab prilaku pejabat publik dalam melakukan aktivitas roda pemerintahan. Setiap sikap dan prilaku pejabat publik dapat timbulkan dari kesadaran moralitas yang bersumber dari dalam suara hati nurani meskipun dapat diirasionalisasikan.
Contoh dalam kehidupan masyarakat madani (civil society) ataupun masyarakat demokratis, nilai dan moralitas yang dikembangkan bersumber kepada kesadaran moral tentangkesetaraan (equlity)kebebasan (freedom)menjunjung tinggi hukum, dan kepedulian atau solidaritas.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut Prinsip Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moralitas sebagi dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bagi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial)Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
  1. Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
  2. kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
  3. Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
  4. kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
  5. Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
  6. Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Karena pemerintahan itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara dari prespekti dimensi politis, maka dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknyaadalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.
Etika politik berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan manusia yaitu berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat), harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika politik juga mengharuskan sistem politik menjunjung nilai-nilai keutamaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis maupun normatif. Misalnya legitimasi politik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan demikian juga tatanan kehidupan politik dalam suatu negara.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam etiak pemerintahan membahas prilaku penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara(teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
C. MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
D. KODE PERILAKU KORPORASI
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value).Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
E. EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI
Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
a. Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan&pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1). Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8). Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lainmendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.
Sumber :


ADAT ISTIADAT SUKU BATAK DAN MELAYU

Kamis, 31 Oktober 2013

Hukum adat yang berlaku di setiap daerah berbeda-beda meskipun tak jarang terjadi kemiripan, Seperti yang diketahui, daerah Sumatera Utara di dominasi dengan suku Batak dan Melayu. Dimana suku Batak itu sendiri juga bemacam-macam, antara lain Toba, Karo, Simalungun, Tapanuli, dan Nias. Selain itu juga terdapat suku-suku pendatang yang jumlahnya juga cukup banyak seperti Jawa, Padang, dan lain sebagainya.
Di sini saya mencoba untuk menguraikan hukum adat yang masih berlaku di Sumatera Utara meskipun tidak semuanya dapat saya jelaskan secara detail. Berhubung saya suku Karo maka kemungkinan Hukum yang akan saya jelaskan tentang hukum adat Karo, namun tidak begitu terperinci karena keterbatasan pengetahuan yang saya miliki.
1. PERKAWINAN
Ada lima klen besar (marga) pada masyarakat karo, kelima merga tersebut adalah:
1.    Karo-karo : Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu dll (Jumlah = 18)
2.    Tarigan : Bondong, Ganagana, Gerneng, Purba, Sibero dll (Jumlah = 13)
3.    Ginting: Munthe, Saragih, Suka, Ajartambun, Jadibata dll (Jumlah = 16)
4.    SembiringSembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi dll (Jumlah = 15)
5.    Perangin-angin: Bangun, Kacinambun, Perbesi,Sebayang dll (Jumlah = 18).
Total semua submerga adalah = 84
Sifat perkawinan dalam masyarakat Batak karo adalah eksogami artinya harus menikah atau mendapat jodoh diluar marganya (klan). Bentuk perkawinannya adalah jujur yaitu dengan pemberian jujuran (mas kawin) yang bersifat religio magis kepada pihak perempuan menyebabkan perempuan keluar dari klannya dan pindah ke dalam klan suaminya. Perkawinan diantara semarga dilarang dan dianggap sumbang (incest), perkawinan eksogami tidak sepenuhnya berlaku pada masyarakat Karo, khususnya untuk Marga Sembiring dan Perangin-angin. Sebab, walaupun bentuk perkawinannya jujur tapi sistem perkawinannya adalah eleutherogami terbatas yaitu seorang dari marga tertentu pada Marga Sembiring dan Perangin-angin diperbolehkan menikah dengan orang tertentu dari marga yang sama asal klannya berbeda.
Perkawinan semarga yang terjadi dalam klan Sembiring terjadi karena dipengaruhi faktor agama, faktor ekonomi dan faktor budaya. Pelaksanaan perkawinan semarga dinyatakan sah apabila telah melewati tahap Maba Belo Selambar (pelamaran), Nganting Manuk (musyawah untuk membicarakan hal-hal yang mendetil mengenai perkawinan), Kerja Nereh i Empo (pelaksanaan perkawinan), dan Mukul (sebagai syarat sahnya suatu perkawinan menurut hukum adat Karo). Akibat hukum dari perkawinan semarga adalah sama seperti perkawinan pada umumnya apabila telah dilakukan sesuai dengan agama, adat, dan peraturan yang berlaku.
Larangan perkawinan yang dilangsungkan diantara orang-orang yang semarga dimaksudkan untuk menjaga kemurnian keturunan berdasarkan sistem kekerabatan pada masyarakat Batak karo. Karena nilai budaya karo sangat tinggi pengaruhnya dalam budaya Batak karo dalam mewujudkan kehidupan yang lebih maju, damai, aman, tertib, adil, dan sejahtera.
Sanksi bagi yang melakukan perkawinan semerga (sumbang) adalah :diusir dari tempat tinggal mereka, dikucilkan di masyarakat adat, dikucilkan dan diusir oleh keluarga, dan dimandikan di depan umum (dalam bahasa Karo disebut ‘i peridi i tiga’).
Proses Pernikahan
Proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan bila ingin berkeluarga pada pria dewasa dinamai “Anak Perana” dan wanita dewasa dinamai “Singuda-nguda”. Ada lima tahapan yang harus dijalankan yaitu :
1. Naki-naki dan Maba Nangkih. Anak Perana yang ingin menikah terlebih dahulu mencari seorang singuda-nguda, yang dianggapnya cocok, tidak sumbang, tetapi harus sesuai dengan adat Karo. Melakukan komunikasi melalui perantaraan, sampai ada kesediaan siwanita menerima kehadirannya.
Jika sudah saling menyukai, diteruskan dengan membawa siwanita “Nangkih” ke rumah anak beru si pria. Sebagi tanda melalui perantara diberikan ‘Penading” kepada orang tua si wanita. Orang tua si wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak tahu dan tidak menyetujuinya, dan seterusnya. Namun demikian dua atau tiga hari kemudian beberapa orang ibu-ibu menemani ibu si wanita menghantarkan nasi/makanan kepada anaknya. Melakukan pembicaraan dengan pihak pria mengenai kelanjutannya, dan seterusnya.
2. Ngembah Belo Selambar. Setelah dilakukan pembicaraan dengan yang baik antara kedua belah pihak, selanjutnya pihak pria mendatangi pihak keluarga si wanita bersama sembuyak, senia dan anak berunya, demikian pula pihak wanita bersama sembutyak, senina dan anak berunya telah bersiap menyambut kedatangan pihak pria. Yang datang terbatas, cukup membawa satu atau dua ekor ayam untuk dugulai dan beras secukupnya. Biasanya malam setelah selesai makan dilaksanakan pembicaraan atapun musyawarah (runggu) isinya hanya satu yaitu meminta kesediaaan dengan senang hati dari orang tua si wanita dalam keinginan anaknya menikah, tentunya ikut juga dukungan dari anak beru, bila sudah bersedia dan dengan senang hati orang tua siwanita (kalimbubu) acar tersebut telah selesai. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, keesokan harinya pihak si pria beserta kedua calon pengantin dapat langsung pulang.

3.  Nganting Manuk. Biasanya acara ini dilaksanakan pada saat pekerjaan tidak begitu sibuk, padi telah dipanen sekali. Pembicaraan ini harus dihadiri lebih lengkap dan lebih penting. Singalo bere-bere harus dipanggil, lengkap sangkep ngeluh. Makanan lebih banyak dibawa (boleh kambing atau babi), tidak lagi hanya ayam. Melihat bentuk pertemuan dan kesanggupan dan kehormatan pihak yang datang. Waktunya boleh malam hari atau pagi menjelang siang hari. Banyaknya yang hadir kira-kira memenuhi rumah adapt ataupun sekitar 2 -3 kaleng beras untuk dimasak. Dalam acara ini yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan pesta adat, kapan waktunya, berapa yang harus titangngung dan berapa utang adat yang harus dibayarkan.

Tingkatan Pesta ada tiga pilihan yaitu Singuda pesta adatnya dilakukan dirumah saja, Sintengah bila kumpul seluruh sanak family, Sintua, bila ditambah pengantin rose, (berpakaian adat lengkap) ergendang (musik tradisional) dan memotong lembu atau kerbau. Tanggungan pihak pengantin pria, seperti pembayaran utang adapt tentunya disesuaikan dengan tingkatan pestanya adatnya. Dikarenakan telah didapat kesepakatan untuk melaksanakan pesta adat, maka ditanyalah kalimbubu singalo bere-bere, apa yang akan menjadi hadiah perkawinan (luah/pemberian) yang akan diserahkan sebagai tanda restu kepada beberenya yang akan menikah.
Tentunya hal ini akan ditanyakan terlebih dahulu kepada beberenya, apa keinginannya, dan keinginan ini tidak dapat tidak disampaikan/disetujui. Mama si wanita akan memerintahkan kepada turangnya (ibu si wanita) agar menyediakan permintaan tersebut.
Pada Nganting Manuk ini juga ditetapkan belin gantang tumba, banyaknya makanan yang harus dipersiapkan. Biasanya pesta dilaksanakan setelah selesai panen.
4. Kerja Adat Perjabun. Ini adalah tahapan terakhir mensyahkan telah diselesaikan adat pernikahan. Telah syah menjadi satu keluarga yang baru. Semua akan berkumpul pada pesta adat seperti yang telah disepakati bersama. Dahulu tempat pesta tidak ada dirumah pasti tidak muat jadi pesta dilaksanakan di tempat lapang atau dibawah kayu rindang. Bila pada saat pesta panas terik maka anak beru kedua belah pihak akan mendirikan tempat berteduh yang terbuat dari kayu, daun rumbia atau daun/pelepah kelapa. Tikar tempat duduk dan kayu bakar telah dipersiapkan oleh pihak siwanita. Dikarenakan pada saat itu fasilitas apapun tidak ada, maka diminta kepada penduduk desa untuk memasak makanan, masing-masing 2-3 tumba berikut dengan sumpitnya (tempat nasi) dan membawanya ketempat pesta dilaksanakan.
Lauk pauk (daging) langsung dibagi lima, dua bagian untuk pihak pria, dua bagian untuk pihak wanita dan satu bagian untuk singalo bere-bere. Jadi jelaslah bagi kita bahwa ketiga komponen inilah yang berperan penting. Sukut si empo (pihak pria) bersama sangkep nggelunya, begitu juga pihak wanita. Tidak ketinggalan singalo bere-bere bersama sangkep nggeluhnya inilah yang disebut dengan Kalimbubu Si Telu Sedalanen (hal ini akan kita bicarakan dilain waktu)
Masing-masing ketiga kelompok ini membawa anak berunya untuk menyiapkan makanan seperti yang telah dibagikan tadi. Jika kalimbubu si ngalo ulu emas dari pihak pria, boleh tidak hadir disitu, akan didatangi dikemudian hari untuk membayar utang adat. Pada waktu dulu tidak ada pidato-pidato seperti sekarang ini, kalimbubu singalo bere-bere memberikan hadiah dan doa restunya. Untuk mensyahkan pernikahan menurut adat telah selesai, selanjutnya akan dijalankan terlebih dahulu “si arah raja”, ini ditangani oleh Pengulu atau Pemerintah, besarnya Rp. 15,- uang perak, dinamakan si mecur, diberikan kepada seluruh komponen yang berhak menerima, ulu emas, bena emas, perkempun, perbibin, perkemberahen, dan lainya. Setelah itu Rp. 60,- uang perak unjuken untuk pihak si wanita, selebihnya dinamakan tepet-tepet dijalankan oleh anak beru kedua belah pihak saja.
5.  Mukul. Mukul sebagai syarat sahnya suatu perkawinan menurut hukum adat Karo yaitu acara makan-makan di tempat pihak laki-laki yang dihadiri oleh sebagian dari pihak perempuan.
Kelima tahapan tersebut harus dilakukan bila kita ingin perkawinan diakuiberdasarkan adat-istiadat BK. Proses perjabun BK dianggap sah bila dihadiri/disetujui oleh “Sanggep Nggeluh”/Daliken Sitelu yang dikenal dengan istilah: Kalimbubu (kelompok paman), Senina (saudara kandun/sedarah), dan Anak Beru (kelompok perempuan).Elemen yang paling mendasar di dalam masyarakat Karo adalah merga atau marga, yang oleh banyak orang Karo diartikan sebagai sesuatu yang “berharga”.
Dalam kesatuan lima marga itu (Merga Silima), itulah yang disebut orang Karo. Seorang anak laki-laki akan terus mewariskan marga itu dari ayahnya. Seorang perempuan akan menyandang juga marga ayahnya sebagai beru (perempuan), dan akan terus disandang sampai menikah. Di samping identitas marga dan beru, setiap orang Karo juga memiliki bere-bere (marga yang diperoleh dari ibu/beru). Dua orang yang memiliki bere-bere yang sama dipandang sebagai saudara kandung dan juga menjadi senina (saudara kandung dalam jenis kelamin yang sama) atau turang (dalam jenis kelamin yang berbeda).
Yang mempererat masyarakat Karo adalah adat, sebuah relasi tradisional untuk membuat keputusan dan melakukan apa saja. Akan terlihat bahwa adat tidak dapat dibedakan secara jelas dari kepercayaan, agama dan tindakan, kenyataan hidup yang sangat rumit bagi orang-orang Karo yang telah berpikiran modern dalam masyarakat pluralis saat ini. Adat dipandang sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang supranatural dan memiliki hukum-hukumnya sendiri. Sebagai contoh, seseorang yang telah menikah dan memiliki anak, maka untuk memanggilnya tidak boleh lagi menyebut nama, tetapi nama anaknya disebutkan. Jadi ia akan dipanggil sebagai bapak si “anu”. Ini sebagai sebuah tanda penghargaan, karena seseorang yang sudah memiliki anak telah mendapatkan tuah(berkat). Dengan memanggil seperti itu berarti ia telah dihormati. Banyak lagi panggilan-panggilan yang lain yang dibubuhkan kepada seseorang untuk menggantikan namanya sesuai dengan posisinya dan juga usianya.Nama tidak lagi dipakai, itulah sebagai ungkapan hukum adat yang diberlakukan.

2.  PERTANIAN
Di sini merupakan kebiasaan yang umumnya dilakukan oleh suku Karo, yang kemudian terdapat hukum adat di dalam kebiasaan tersebut. Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten Karo. Merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Ada istilah Mbesur-mbesuri yaitu “Ngerires”, membuat lemang waktu padi mulai bunting (mulai berisi).
Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
Hari pertama, cikor-kor. Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
Hari kedua, cikurung. Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
Hari ketiga, ndurung. Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
Hari keempat, mantem atau motong. Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk
Hari kelima, matana. Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
Hari keenam, nimpa. Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
Hari ketujuh, rebu. Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Dilarang membawa sayuran atau benda-benda yang berngiang ke rumah selama empat hari setelah merdang-merdeng tersebut. Menurut hemat saya, rebu ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban serta sopan santun bermasyarakat. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya.

3.  KELAUTAN
 Di sini saya akan menguraikan tentang hukum adat kelautan pada suku Melayu Deli (Kesultanan Serdang). Berikut ini adalah aturan-aturan yang termaktub dalam hukum adat kelautan Kesultanan Serdang:
a. Norma dan Hukum di Laut
Semua orang yang ada di atas kapal, termasuk nakhoda (kapten kapal), mualim(navigator), para tukang, para awak kapal, dan lain-lainnya harus menaati apa yang menjadi norma dan hukum adat-istiadat yang diberlakukan di pelabuhan atau selama berada di atas kapal. Apabila ada kapal yang berangkat ke lautan, semua orang di atas kapal harus patuh di bawah perintah nakhoda (kapten kapal). Pada saat perahu membentangkan layar, mualim akan memerintahkan anak-anak buahnya untuk berjaga-jaga, termasuk memastikan kondisi perahu dalam keadaan siap untuk berlayar.
Orang-orang yang diberi tugas untuk menjaga keamanan itu harus berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Jika terjadi hal-hal yang tidak diiinginkan, maka mereka wajib dihukum dan dikenakan denda, sebagai contoh adalah sebagai berikut:
·         Apabila kapal mengalami kondisi bahaya dan mengakibatkan kerusakan akibat kelalaian para petugas yang seharusnya berjaga, maka menurut undang-undang, mereka harus dihukum cambuk sebanyak 20 kali.
·         Apabila kapal sedang dalam kondisi menuju bahaya sedangkan para penjaga tidak mengetahui hal ini, maka mereka patut dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 8 kali.
·         Apabila para penjaga membiarkan ada kapal lain lewat tanpa memberikan isyarat, maka mereka akan dikenai hukuman cambuk sebanyak 7 kali.
·         Apabila penjaga yang seharusnya bertugas mengawasi para budak lalai dalam pekerjaannya sehingga mengakibatkan budak-budak tersebut melarikan diri, maka penjaga yang bersangkutan harus dihukum cambuk sebanyak 60 kali.
·         Apabila petugas yang seharusnya menjaga agar kapal jangan sampai oleng dan jangan sampai banyak air yang masuk ke dalam kapal, lalai dalam menjalankan tugasnya, maka petugas tersebut dikenai hukuman cambuk sebanyak 15 kali.
·         Apabila para petugas yang berjaga tidak benar-benar memperhatikan keadaan di sekelilingnya sehingga terjadi kasus pencurian di dalam perahu, maka petugas itu akan dihukum cambuk sebanyak 2 kali oleh setiap orang yang ada di dalam perahu.
b. Aturan tentang Membuang Muatan ke Laut
Apabila diperkirakan akan terjadi badai, atau sedang terjadi badai, dan diharuskan membuang sebagian muatan ke laut untuk mengurangi beban kapal, maka akan diadakan suatu pembicaraan mengenai apa-apa saja yang ada di dalam kapal. Penumpang yang membawa barang muatan, baik berjumlah banyak ataupun sedikit, harus bersedia untuk membuang barang muatannya ke laut jika sudah disepakati dalam forum pembicaraan. Jika nakhoda lalai dalam mengumpulkan orang-orang yang membawa barang muatan dan begitu saja membuang barang muatan ke laut tanpa pandang bulu, maka nakhoda tersebut akan disalahkan dan patut memperoleh hukuman.
c. Aturan Jika Terjadi Kecelakaan Kapal
Apabila kapal berbenturan atau bertabrakan dengan sebuah kapal perang, di mana dapat menimbulkan korban jiwa, maka kesalahan ini harus ditanggung oleh semua orang yang ada di dalam kapal. Setiap orang harus membayar dengan jumlah yang sama. Hal ini berlaku tanpa terkecuali, baik untuk yang kaya maupun miskin, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa.
Apabila kapal mengalami kecelakaan dan terjadi tabrakan karena angin ribut, badai, terjebak di perairan yang dangkal, atau bersenggolan dengan kapal lain, dan mengakibatkan kapal tenggelam, terdapat undang-undang yang mengatur hal ini. Insiden itu tidak dianggap karena disebabkan oleh faktor alam (angin ribut) melainkan karena kelalaian orang-orang yang seharusnya bertanggungjawab (human error).
Jika misalnya akan terjadi angin ribut, sebaiknya diusahakan untuk menyelamatkan kapal demi menghindari terjadinya kerugian yang lebih besar. Undang-undang menyatakan bahwa kerugian yang timbul karena insiden itu harus ditanggung dan dibagi dalam 3 bagian. Sebanyak 2/3 bagian harus ditanggung oleh orang yang dianggap paling bertanggungjawab atas terjadinya kecelakaan itu, sementara 1/3 lainnya menjadi tanggungan si pemilik kapal.
d. Aturan Memasuki Pelabuhan dan Berdagang
Apabila nakhoda ingin singgah di suatu bandar pelabuhan, pulau, atau pesisir, maka seharusnya diadakan musyawarah terlebih dulu. Jika disetujui, maka kapal bisa menuju tempat yang dikehendaki nakhoda tersebut. Apabila tidak diadakan musyawarah sebelum berlabuh, maka nakhoda dinyatakan telah melakukan kesalahan dan patut dikenakan sanksi.
Apabila kapal tiba di suatu bandar pelabuhan, maka yang pertama-tama diperbolehkan turun dari kapal untuk berdagang adalah nakhoda, yakni selama 4 hari, dan harus dikawal oleh sejumlah petugas yang ditunjuk. Setelah urusan dagangnya selesai, nakhoda diharuskan segera kembali ke kapal untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Setelah nakhoda, selanjutnya adalah giliran kiwi (saudagar) yang diizinkan turun untuk berniaga selama 2 hari. Terakhir barulah semua orang yang ada di atas kapal turun untuk berdagang.
Apabila waktu yang ditentukan untuk berdagang telah berakhir dan nakhoda ingin membeli barang yang sudah dibawa ke atas kapal, maka tidak ada seorang pun diperbolehkan menawar harga lebih tinggi dari tawaran yang telah diajukan olehnakhoda. Selain itu, nakhoda adalah orang pertama yang berhak mengetahui harga barang yang akan dijual. Apabila ada penumpang kapal yang membeli budak (hamba) wanita tanpa sepengetahuan nakhoda, maka nakhoda diberi hak untuk merampas budak wanita tersebut tanpa harus membayar ganti rugi.

e. Aturan tentang Penahanan Kapal
Apabila musim Kassia hampir usai, sedangkan nakhoda kapal lalai untuk berlayar, maka para saudagar akan menunggu dengan biaya sendiri selama 7 hari. Apabila setelah 7 hari itu nakhoda tidak juga berlayar, apalagi jika musim Kassia telah berakhir, maka nakhoda harus mengembalikan ongkos yang telah dikeluarkan oleh kaum saudagar.
Sebaliknya, apabila kaum saudagar yang menyebabkan keterlambatan pelayaran, sementara musim Kassia sudah hampir usai, maka nakhoda akan menunggu kapalnya selama 7 hari atas biaya sendiri. Apabila sudah lewat 7 hari dan kaum saudagar belum datang juga, maka nakhoda berhak memberangkatkan kapal tanpa harus menunggu lagi. Namun, nakhoda tidak mendapatkan ganti rugi apapun atas biaya yang dikeluarkan selama masa tunggu.
Menurut hukum, jika hampir terakhir musim Kassia, dan nakhoda perahu lalai berlayar, para kiwi akan menunggu, dengan ongkos sendiri selama 7 hari lewat itu, jika nakhoda tidak juga berlayar, dan musim sudah berakhir, harga yang dibayar untuk dibagi-bagikan mengenai muatan akan dikembalikan kepada para kiwi. Jika para kiwiyang menjadi sebab kelambatan itu, dan musim sudah hampir berakhir, maka nakhoda akan menunggu perahunya selama 7 hari atas biaya mereka, dan sehabis itu berhak berlayar tanpa mereka (jika mereka belum selesai), dan tidak ada yang dibayar atau diperbuat mengenai hal itu.
Jika musim tidak berapa jauh lagi, dan nakhoda sangat ingin untuk segera berlayar, ia harus memberitahukan hal itu kepada para kiwi, dan haruslah berunding dengan mereka untuk belayar dalam masa 7 atau 15 hari, dan jika para kiwi belum bersiap waktu itu, maka nakhoda berhak meninggalkan mereka di belakang dan segera berlayar.

f. Aturan tentang Hukuman Mati di Kapal
Terdapat empat perkara di atas kapal yang akan diancam dengan hukuman mati bagi pelakunya, yaitu:
1. Orang yang melakukan pemberontakan terhadap nakhoda.
2. Orang-orang yang membentuk komplotan untuk membunuh nakhoda.
3. Apabila ada orang yang membawa keris, sedangkan orang-orang lain tidak ada yang membawanya, dan orang yang membawa keris itu bertindak sewenang-wenang serta dicurigai akan melakukan tindakan yang membahayakan, maka setiap orang yang ada di kapal berhak untuk membunuh orang itu demi menghindarkan diri dari ancaman bahaya..
4. Apabila terjadi tindak pemerkosaan atau perzinahan.
g. Aturan tentang Perkelahian di Kapal
1. Apabila ada orang yang berkelahi di atas kapal, dengan maksud melukai lawannya namun luput dan justru mengenai bagian kapal, maka orang itu akan dikenakan denda 4 Pahar Petis Jawa.
2. Apabila ada orang yang berkelahi di bagian depan kapal dan menyerang sampai ke tempat di mana layar berada, maka si pelaku akan dihukum paling berat hukuman mati. Namun, apabila hal tersebut dapat dicegah, maka si pelaku hanya akan dikenakan denda sejumlah 1 Laksa, 5 Pakar Petis Jawa.
3. Apabila ada orang yang berkelahi dan saling mengejar sampai ke ke pintu kamarnakhoda, meskipun ia tidak mencabut kerisnya, si pelaku diperbolehkan dihukum mati. Namun, jika si pelaku minta ampun, maka hukumannya adalah membayar denda sejumlah 4 Pakar Petis Jawa dan memotong kerbau untuk pesta nakhoda.

h. Aturan tentang Pencurian di Kapal
1. Apabila ada laki-laki (yang bukan budak) ketahuan mencuri di atas kapal, baik mencuri emas, perak atau barang-barang berharga lainnya, maka ia akan dihukum sesuai dengan hukuman diberlakukan di darat.
2. Apabila orang yang mencuri itu adalah seorang budak, pertama-tama ia harus dipertemukan dengan tuannya, dan jika ternyata tuannyab tahu tentang pencurian itu dan tidak memberitahukannya kepada nakhoda, maka hukuman bagi si budak adalah potong tangan, sedangkan tuannya diharuskan membayar denda.

4. WARISAN 
Hukum waris adat Batak Karo yang menganut sistem pewarisan patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana anak laki-laki sajalah yang berhak terhadap harta warisan orang tuanya. Di Indonesia, putusan Mahkamah Agung hanya menentukan suatu hukum yang berlaku bagi pihak-pihak tertentu dalam suatu perkara. Keputusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang diadili oleh putusan yang bersangkutan, dan tidak mengikat bagi orang lain yang bukan merupakan para pihak, sementara hukum waris adat Batak Karo dirasa kurang adil bagi kaum perempuan dan janda. Telah ada perkembangan hukum waris adat Batak Karo khususnya terhadap anak perempuan sebagai ahli waris. Ini dapat dibuktikan dengan adanya pembahagian yang khusus dan kewajiban untuk memberikan pemberian kepada anak perempuan walaupun tidak sebanyak bahagian anak laki-laki.
Filosofinya anak perempuan tidak boleh meminta warisan, sebab ia akan dipenuhi kebutuhannya oleh suaminya. Tetapi anak perempuan harus mendapat bagian sebagai kenang-kenangan dari orangtuanya, bisa berupa kaplingan Rumah atau barang berharga dari orang tua mereka, emas atau berlian…dstnya. Tetapi anak laki-laki harus bertanggung jawab terhadap turangnya apabila hidup turangnya tidak beruntung (diceraikan oleh suaminya).Namun kedudukan janda belum diterima sebagai ahli waris harta suaminya karena masyarakat masih berpegang teguh pada hukum waris adat Batak Karo yang menolak janda sebagai ahli waris.
KESIMPULAN
Dari isi makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa adat, hukm adat dan adat istiadat adalah tiga hal yang berbeda tapi saling berkaitan satu sama lain. Dimana Adat memiliki perngertian aturan-aturan perilaku serta kebiasaan yang telah berlaku di dalam pergaulan masyarakat. Sedangkan Hukum Adat adalah sekumolan peraturan yang tidak tertulis, dan tidak terkodifikasi namun hidup dan berkembang di tengah masyarakat serta memiliki sanksi bagi yang melanggarnya. Terakhir, Adat istiadat adalah etika atau tata krama bersikap dan bergaul yang sifatnya diturunkan dari para lelhur dan memiliki nila-nilai tersendiri.
Baik adat, hukum adat maupun istiadat merupakan tiga hal yang dimiliki oleh setiap daerah dan biasanya terdapat perbedaan-perbedaaan diantara daerah-daerah tersebut. Namun dalam perbedan-perbedaan tersebut terdapat (tersirat) suatu nilai moral yang sama, yang bertjuan untuk tetap menghormati kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat.
Di dalam hukum adat perkawinan suku Karo di sumatera utara dilarang untuk kawin satu marga (klan), hal ini menujukkan bahwa suku ini menganut sistem perkawinan eksogami yang merupakan ciri dari struktur Patrilinial (garis hkum dari pihak laki-laki). Perkawinan semarga ini disebut juga sumbang atau incest, yang mana bila dilanggar akan mendapat sanksi adat.
Di dalam pertanian orang karo dikenal istilah Merdang merdem, yaitu kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Biasanya dilakukan tujuh hari berturut-turut, dimana setiap harinya memiliki jadwal atau aturan tersendiri yang harus dilakukan. Di sini hukum adatnya berlak pada hari ketujuh, yaitu hari terakhir yang merupakan hari Rebu. Yaitu hari dilarang berbicara satu sama lain, dan dianjurkan untuk menenangkan diri setelah berpesta.
Dalam hukum kelautan di sumatera utara saya mengambil contoh aturan dari Kesultanan Serdang. Di sini terdapat aturan-aturan yang sudah ada dari sebelum zaman Belanda dan memiliki sanksi tersendiri bila dilanggar (terjadi). Diantaranya mengenai aturan di laut, membuang muatan ke laut, kecelakaan, berdagang, perkelahian dan sebagainya.
Sedangkan di dalam hukum warisan, biasanya suku karo memberikan bagian yang lebih banyak kepada anak lelaki. Hal ini karena anak lelaki akan dan harus bertanggng jawab terhadap kehidupan turangnya (yang masih butuh ditanggung dan apabila sudah bercerai). Di sini hak atau bagian untuk anak perempuan tidak sebanyak bagian anak laki-laki, biasanya pada anak perempuan maupun anak terakhir diberikan warisan berupa rumah tempat tinggal milik orang tuanya atau emas. Anak perempuan dianggap tidak pantas untuk meminta warisan, karena mereka hanya akan mendapat warisan apabila telah diberikan dari orang tuanya.
Sumber :