ANALISIS PENGARUH INFLASI, INDEKS BURSA ASING DAN NILAI TUKAR RUPIAH PER DOLLAR AS TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PERIODE 2009-2011

Jumat, 17 Januari 2014


PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi syarat-syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Jenjang Strata Satu
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Disusun Oleh :
Nama                           : Rheza Arifiandhi
NPM                           : 25210842
Kelas                           : 4EB10
Jurusan / Jenjang         : Akuntansi / S1 

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Harga saham di bursa tidak selamanya tetap, ada kalanya meningkat dan bisa pula menurun, tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Di pasar modal, terjadinya fluktuasi harga saham tersebut menjadikan bursa efek menarik bagi beberapa kalangan pemodal (investor). Di sisi lain, kenaikan dan penurunan harga saham bisa terjadi karena faktor fundamental, psikologis, maupun eksternal.
Terdapat beberapa faktor makro yang mempengaruhi aktifitas investasi saham di BEI, di antaranya adalah tingkat inflasi, tingkat indeks bursa asing, nilai kurs valuta asing, dan lainnya. Tingginya tingkat inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan juga meningkatnya harga faktor produksi. Hal itu biasanya akan berdampak pada anggapan pesimis mengenai prospek perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa yang terkena dampak inflasi sehingga dapat mempengaruhi penawaran harga saham perusahaan tersebut dan pada akhirnya berakibat pada pergerakan indeks harga saham di BEI. 
Terdapat alternatif investasi lain yang juga dapat mempengaruhi transaksi saham di bursa efek, yakni investasi pada valuta asing dalam hal ini adalah dollar (USD). Jika saat nilai tukar dollar sedang melemah terhadap rupiah dan dapat diprediksikan akan kembali menguat di masa mendatang, dan juga ketika alternatif investasi lain dirasa kurang menjanjikan, maka investor mungkin cenderung akan menginvestasikan dananya ke dalam bentuk mata uang dollar dengan harapan ketika kurs dollar terhadap rupiah kembali meningkat dia akan menjualnya kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah, sehingga dia memperoleh gain dari selisih kurs. Di samping sebagai alternatif investasi, pergerakan mata uang tersebut juga berdampak pada perdagangan ekspor impor barang dan jasa yang berkaitan dengan perusahaan emiten. Kondisi tersebut pada akhirnya akan berdampak pada aktivitas Pasar Modal, dan selanjutnya akan berakibat pada pergerakan IHSG di BEI.
 Krisis keuangan global yang terus berlangsung saat ini menyebabkan macetnya system keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya pertumbuhan volume perdagangan dunia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2007. Hal ini tentunya akan memberikan dampak langsung yang signifikan bagi negara-negara yang perekonomiannya ditopang oleh eskpor seperti Cina, Jepang, Korea dan negara ASEAN, termasuk Indonesia. Memasuki tahun 2009 dan perdagangan bebas (Free Trade) di tahun 2011 hampir semua  negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal. Karena pasar modal memiliki pengaruh strategis bagi penguatan ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri bukan hanya terjadi akibat dampak merosotnya nilai rupiah, tingkat inflasi atau rendahnya bursa di suatu negara. Tetapi salah satunya adalah tidak tersedianya alternatif yang menguntungkan di negara tersebut atau pada saat yang sama investasi portofolio dibursa negara lain lebih menjanjikan keuntungan yang lebih tinggi.
Beberapa indikator perekonomian sebuah negara diantaranya adalah pergerakan indeks bursa, nilai tukar, inflasi, tingkat pendapatan dan kondisi sosial politik. Pada umumnya bursa yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja bursa efek lainnya adalah bursa efek yang tergolong maju seperti bursa Amerika, Inggris, Perancis, Jepang dan sebagainya.
Sekitar tahun 2008 dimulai terjadinya krisis moneter yang melanda negara Amerika Serikat (USA) yang kemudian mengakibatkan efek domino terhadap negara- negara di kawasan Eropa secara signifikan dan juga Negara-negara lain yang memiliki hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat dengan tingkat pengaruh yang bervariasi. Belum lama ini juga telah terjadi revolusi dan konflik besar di banyak Negara di Timur Tengah, mulai dari revolusi politik di beberapa Negara dan konflik Negara Iran dengan Barat dan sekutu. Kondisi tersebut tentunya akan berpengaruh pada pergerakan harga minyak dunia. Hal itu kemudian akan mempengaruhi banyak aspek terkait kebijakan ekonomi Negara-negara yang berhubungan.
Selain itu, kondisi makroekonomi dalam negeri pada periode tersebut juga sempat mengalami kekacauan, antara lain; inflasi sempat naik secara ekstrim pada pertengahan tahun 2008 hingga akhir 2008. Kenaikan ekstrim tersebut sampai melewati angka 10%. Kemudian mulai turun di awal 2009. Pada pertengahan 2009 terjadi penurunan drastis hingga menyentuh angka kurang dari 3% dan bertahan hinga akhir 2009. Begitu juga yang terjadi pada IHSG di BEI. IHSG sempat mengalami depresiasi secara ekstrim hingga 50% pada awal 2008 dan bertahan hingga pertengahan 2008. Namun setelah itu IHSG mulai mengalami kenaikan secara kontinyu hingga akhir 2011, dan sempat menyentuh angka di atas 4.000 poin pada pertengahan 2011.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik dan mencoba menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul                             :
“ANALISIS PENGARUH INFLASI, INDEKS BURSA ASING DAN NILAI TUKAR RUPIAH PER DOLLAR AS TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PERIODE2009-2011”.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahn dari penelitian yang penulis ambil adalah sebagai berikut :
1.      Apakah variable inflasi mempunyai pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2011;
2.      Apakah variable kurs mata uang asing (Dollar AS) mempunyai pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2011;
3.      Apakah variable indeks bursa asing (DJIA) mempunyai pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2011;
4.      Seberapa besar pengaruh dari ketiga variable tersebut terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 - 2011.
1.3. Tujuan Penelitian
                  Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah variable inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia  Tahun 2009 - 2011;
2.      Untuk mengetahui apakah variable kurs mata uang asing (Dollar AS) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia  Tahun 2009 - 2011;
3.      Untuk mengetahui apakah variable indeks bursa asing (DJIA) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia  Tahun 2009 - 2011;

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.            Pasar Modal
2.1.1.         Pengertian Pasar Modal
   Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal (Kasmir, 2008:207). Pada dasarnya, pasar modal mirip dengan pasar – pasar lain. Untuk setiap pembeli yang berhasil, selalu harus ada penjual yang berhasil. Jika pihak yang ingin membeli jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang ingin menjual, maka harga akan menjadi lebih tinggi. Bila hanya sedikit yang ingin membeli dan ada banyak yang ingin menjual, maka harga akan jatuh.
Yang membedakan pasar modal dengan pasar – pasar lain adalah komoditi yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, dimana yang diperjualbelikan adalah dana – dana jangka panjang, yaitu dana yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun.
2.1.2.         Fungsi Pasar Modal
      Bagi emiten, pasar modal berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan modal dana untuk jangka panjang bagi perusahaan, yang merupakan alternatif sumber dana selain dari perbankan. Selain itu, dengan memasuki pasar modal, sebuah perusahaan akan terdorong untuk memanfaatkan manajemennya secara profesional karena sebuah perusahaan yang go public akan disorot oleh masyarakat yang nantinya menjadi investor. Tentu saja untuk mendapatkan sorotan positif, perusahaan harus berprestasi baik. Untuk bisa berprestasi baik, perusahaan harus dikelola oleh tenaga- tenaga yang profesional.
Dari sisi masyarakat sebagai investor, pasar modal berfungsi sebagai alternatif investasi. Jika dilihat komposisi investasi masyarakat, terutama di Indonesia, maka sebagian besar tertanam pada tabungan di perbankan. Jelasnya disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito. Investasi di bank memang sudah baik, namun untuk lebih produktif dan menyebar risiko maka diperlukan tempat investasi lain, salah satunya diinvestasikan di pasar modal dengan membeli saham atau obligasi (Sawidji, 2009:6). Keuntungan yang diperoleh dari saham disebut dengan deviden. Sementara keuntungan yang didapat dari obligasi adalah kupon.
2.2.    Indeks Harga Saham
2.2.1.         Pengertian Indeks Harga Saham
      Indeks Harga Saham merupakan bagian penting dalam pembicaraan mengenai pasar modal, karena indeks ini merupakan indikator dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam  membuat kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi makro, ekonomi mikro, moneter dan kebijakan lainnya (Situmorang, 2008:133).
2.2.2.  Indeks Harga Saham Gabungan
  Indeks Harga Saham Gabungan adalah gabungan harga saham perusahan emiten yang bertransaksi di Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini (Desember 2009) jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 398 emiten. 
2.3.            Inflasi
2.3.1.                  Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus menerus (Boediono, 2001:155). Dari defenisi inflasi tersebut, maka ada tiga komponen suatu kondisi dapat dikatakan inflasi, yakni :
1) Kenaikan harga
2) Bersifat umum
3) Berlangsung terus menerus
Sementara menurut Mankiw (2006:75), inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata – rata, dan harga adalah tingkat dimana uang dipertukarkan untuk mendapatkan barang dan jasa.
Secara umum, inflasi didefenisikan sebagai kenaikan tingkat harga umum yang terjadi secara terus menerus.

2.3.2.         Jenis-jenis Inflasi
a.       Jenis Inflasi dari tingkat keparahannya
  Pengelompokan inflasi dari segi tingkat keparahannya menitikberatkan pada seberapa besar laju inflasi dalam suatu periode tertentu. Disini inflasi dapat dibedakan menjadi :
1) Inflasi ringan, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun.
2) Inflasi sedang, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya antara 10% sampai dengan 30% per tahun.
3) Inflasi berat, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya antara 30% sampai dengan 100% per tahun.
4) Hiper inflasi, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun.
b.   Jenis Inflasi dari segi sebabnya
      1) Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation).
  Yaitu inflasi yang timbul akibat permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.
      2) Inflasi dorongan biaya (cost push inflation).
                  Yaitu inflasi yang timbul akibat kenaikan ongkos produksi.
      3) Inflasi campuran (mixed inflation).
                  Yaitu inflasi yang unsur penyebabnya merupakan campuran antara tekanan permintaan dan tekanan biaya. Walaupun sering terjadi inflasi yang murni akibat tekanan permintaan atau tekanan biaya, tetapi setelah dampaknya terasa dalam perekonomian, dapat menyebabkan inflasi campuran.
2.3.      Kurs (Nilai Tukar)
 2.4.1.        Pengertian Nilai Tukar
Dalam perdagangan internasional, transaksi jual beli barang dan jasa terjadi antar masyarakat suatu negara dengan masyarakat negara lainnya yang menghendaki pembayaran dalam mata uang masing – masing yang berbeda satu sama lainnya, atau paling tidak dalam mata uang tertentu yang dapat diterima secara internasional. Mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan antar negara adalah Dollar Amerika Serikat. Oleh karena itu Dollar AS mendapat julukan sebagai mata uang penggerak, yaitu mata uang terkemuka yang digunakan sebagai satuan nilai kontrak internasional dalam perdagangan. Hal ini didukung oleh peran Amerika Serikat sebagai pusat perdagangan dunia.
Dalam perdagangan internasional, pertukaran antar satu mata uang  dengan mata uang negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran inilah terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs. Jadi secara umum kurs dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik.
Nilai tukar memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena dengan mengetahui nilai tukar, kita bisa membandingkan harga – harga segenap barang dan jasa           yang dihasilkan oleh berbagai negara sehingga dapat dijadikan instrument rujukan dalam kegiatan ekspor dan impor.
Dalam mekanisme pasar, nilai tukar dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi yang berdampak langsung terhadap harga barang – barang ekspor dan impor. Naik turunnya nilai tukar mata uang suatu negara dapat dibagi atas dua bagian :
1. Apresiasi, yaitu menguatnya nilai tukar suatu mata uang secara otomatis akibat dari bekerjanya kekuatan – kekuatan permintaan dan penawaran atas mata uang yang bersangkutan dalam mekanisme pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan menguatnya nilai tukar valuta negara tersebut, maka harga produk negara itu bagi pihak luar negeri akan menjadi lebih mahal, sedangkan harga barang impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.
2. Depresiasi, yaitu menurunnya nilai tukar suatu mata uang secara otomatis akibat dari bekerjanya kekuatan – kekuatan permintaan dan penawaran atas mata uang yang bersangkutan dalam mekanisme pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan menurunnya nilai tukar valuta negara tersebut, maka harga produk negara itu bagi pihak luar negeri akan menjadi lebih murah, sedangkan harga barang impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.
 2.4.2.        Sistem Nilai Tukar
1)      Sistem Nilai Tukar Mengambang ( Floating Exchange Rate System )
Perubahan nilai kurs terjadi disebabkan oleh kekuatan permintaan di satu sisi dan kekuatan penawaran di sisi lain. Berarti kurs semata – mata ditentukan oleh kedua pelaku pasar sehingga sistem ini juga disebut sebagai kurs pasar atau kurs bebas.
2)      Sistem Nilai Tukar Tetap ( Fixed Exchange Rate System )
Pada sistem nilai tukar tetap, pemerintah berperan aktif melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan nilai tukar mata uang agar tetap berada pada tingkat tertentu.
3)      Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ( Controlled Exchange Rate System )
Pada sistem ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan pada suatu rentang intervensi tertentu. Otoritas moneter (bank sentral) berperan untuk mengembalikan nilai tukar tersebut kedalam rentang nilai tukarnya semula apabila fluktuasi telah melebihi rentang yang ditentukan.
2.4.                        Kajian Penelitian Sejenis

1.      Aldrian Syarif Achmad (2008), yang melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar AS, Suku Bunga bank Indonesia (BI Rate), Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Periode 2003-2006” menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang berbede-beda diantaranya Nilai tukar Rupiah atas US Dolar terhadap IHSG dengan nilai korelasi (r) sebesar -0,825 yang berarti memiliki hubungan yang sangat kuat negatif, kemudian SBI terhadap IHSG dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,316 yang berarti memiliki hubungan yang lemah positif dan yang terakhir inflasi terhadap IHSG dengan nilai korelasi (r) sebesar -0,529 yang berarti memiliki hubungan yang kuat negatif.
2.      Yusup Darma Saputra (2008), yang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Indeks Bursa Asing (DJIA), Kurs Valas, Tingkat Inflasi Dan Tingkat BI-Rate Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)” menyimpulkan bahwa adanya koefisien determinasi (kontribusi) diperoleh sebesar 0,95, artinya 95% IHSG dipengaruhi oleh indeks bursa asing dan dolar amerika, sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

BAB III
METODE PENELITIAN


      3.1.      Objek Penelitian
Penelitian ini mengambil jenis penelitian deskriptif dan inferensial yang mencoba memberikan gambaran dan pengaruh variabel bebas : suku bunga Indeks Bursa Asing (DJIA), tingkat inflasi dan kurs dolar AS terhadap variabel terikat: pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan definisi konseptual sebagai berikut:

a. Indeks Bursa Asing (DJIA)
Suatu angka yang menunjukkan perkembangan harga seluruh saham yang tercatat di bursa pada waktu tertentu.
b.. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi adalah jumlah uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dari pada jumlah barang yang akan mengakibatkan kenaikan harga-harga barang.

c. Kurs dolar AS
Kurs dolar AS dalah nilai tukar adalah tingkat dimana mata uang suatu negara dapat dipertukarkan dengan mata uang negara lain .

d. Indek Harga Saham Gabungan.(IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah menggambarkan pergerakan harga-harga saham.

  3.2.      Data / Variabel Yang Digunakan
Faktor-faktor yang berhubungan dalam penelitian diidentifikasi dalam variabel-variabel yang terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Adapun Variabel terikat adalah Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai Y dan variabel bebas terdiri dari : Indeks Bursa Asing (DJIA)  sebagai (X1), tingkat inflasi (X2) dan kurs dolar AS (X3).
      3.2.1.   Kerangka Pemikiran
      Secara umum dan sederhana kerangka pemikiran penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian

No
Variable
Konsep Variable
Indikator Variable
Skala
1
Indeks Bursa Asing (DJIA)    ( X1)

Penggambaran
pergerakan harga-
harga saham.

Angka
rerata
DJIA bulanan
di BEI pada tahun 2009-2011

Rasio
2
Tingkat Inflasi
(X2)

Jumlah uang yang
beredar dimasyarakat
lebih banyak dari pada
jumlah barang yang
akan mengakibatkan
kenaikan harga-harga
barang.

Indeks Harga
Konsumen
(IHK) yang
ditebitkan oleh
BPS pada tahun 2009-2011

Rasio
3
Kurs Dolar AS
(X3)

Tingkat dimana mata
uang suatu negara
dapat
dipertukarkan
dengan mata uang
negara lain .

Kurs Tengah
Bank Indonesia
(USD/IDR) perbulan dari 2009-2011

Rupiah
4
IHSG (Y)

Penggambaran
pergerakan harga-
harga saham.

Angka
rerata
IHSG bulanan
di BEI pada tahun 2009-2011

Rasio


3.3.       Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data rasio. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa metode pengumpulan data dengan cara time series. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung dan diperoleh melalui :
1. Data primer melalui field Research(riset lapangan) adalah data ini diperoleh dengan riset melalui Harian Media Indonesia dan internet terutama website http://www. bi.co.id.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui library research(riset pustaka) dan Biro Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) serta Bursa Efek Indonesia (BEI)

3.4.         Hipotesis
Untuk mengethaui hubungan antara variable X1, X2 dan X3 dengan variable y apakah terdapat hubungan yang erat atau berpengaruh, maka dilakukan uji hipotesis, yaitu menggunakan hipotesis nol dengan ketentuan sebagai berikut :
Ho :  “nilai tukar rupiah atas US Dolar, Indeks Bursa Asing (DJIA), dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”.
Ha :   “nilai tukar rupiah atas US Dolar, Indeks Bursa Asing (DJIA), dan Inflasi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”.
Untuk Mengethui keberartian hubungan antara lebih dari 2 variabel digunakan uji-t statistic dengan rumus :

 Dengan ketentuan sebagai berikut :   
1.      Taraf signifikan (α) = 0,05
2.      Dk = n-2
3.      Criteria pengambilan keputusan sesuai dengan dinyatakan Husein Umar (2001,316-317) sebagai berikut :
·          diterima jika   <
·          ditolak jika   >
 : ρ = 0 :  diterima, artinya terdapat hubungan antara “nilai tukar rupiah atas US Dollar, Indeks Bursa Asing (DJIA), dan Inflasi dengan Indeks Harga Saham Gabungan.
 : ρ ≠ 0 :  ditolak, artinya terdapat hubungan antara “nilai tukar rupiah atas US Dollar, Indeks Bursa Asing (DJIA), dan Inflasi dengan Indeks Harga Saham Gabungan.


1.5.         Alat Analisis Yang Digunakan
Teknik analisis yang digunakan penelitian ini adalah model persamaan regresi linier berganda, hubungan fungsional variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat diformulasikan dalam fungsi regresi sebagai berikut:
Y = b0+ b1X1 + b2X2+ b3X3+e
dimana :
Y                     = IHSG
b0                    = Konstanta
b1,b2,b3             = Koefisien regresi variabel bebas (Indeks Bursa Asing    (DJIA),tingkat  inflasi dan kurs dolar AS)
e                      = Error (kesalahan)


1.            Uji Asusmsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian merupakan data linier terbaik dan tidak bias (Best Linier Unbisaed Estimator/BLUE) atau tidak. Model regresi yang baik juga harus bebas dari penyimpangan asumsi klasik. Model penyimpangan asumsi klasik terdiri dari uji Multikolinearitas, Heteroskedastisitas, Autokorelasi, Normalitas dan Linearitas.
a.          Uji Multikolinearitas
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya satu atau lebih variabel bebas mempunyai hubungan dengan variabel lainnya. Untuk menguji atau tidaknya gejala multikolinearitas digunakan varience inflation factor (VIF) dan nilai tolerance. Jika nilai VIF dibawah 10, maka model regresi yang diajukan tidak terdapat gejala multikolinearitas, sebaliknya jika VIF di atas 10, maka model regresi yang diajukan terdapat gejala multikolinearitas, disamping juga harus melihat nilai tolerance yang mendekati 1.
b.         Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah motode glejser denngan dasar pengambilan keputusan membandingkan nilai sig variabel independen dengan nilai tingkat kepercayaan (α = 0,05) apabila nilai sig lebih besar dari nilai α (sig > α), maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
c.          Uji Autokorelasi
Pengujian ini digunakan untuk menditeksi ada atau tidaknya residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test) melalui program SPSS for windows. Hipotesis yang diuji adalah :
Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi
Ha : ρ > 0, aritnya ada autokorelasi
1.      Bila DW lebih besar dari pada batas atas (upper bound, U), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak ada autokorelasi positif.
2.      Bila DW lebih rendah dari pada batas bawah (lower bound, L), koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol. Artinya ada autokorelasi positif.
3.      Bila nilai DW terletak diantara batas atas dan batas bawah, maka tidak dapt disimpulkan.
d.         Uji Normalitas
Uji normalitas  bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki residu normal. Jika asumsi normalitas tidak terpenuhi, maka uji-F dan uji-t menjadi tidak valid.
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histrogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Selain itu untuk melihat normalitas residual dapat juga melalui normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Dasar pengambilan keputusan normalitas residual adalah sebagai berikut :
1.      Bila penyebaran data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau garis histrogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.      Bila penyebaran data jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histrogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memnuhi normalitas.




2.         Uji Hipotesis
a.          Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apakah kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas atau variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel – variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
b.         Uji F-statistik
Uji f adalah uji yang dilakukan untuk membuktikan pengaruh variabel – variabel bebas (X) secara bersama – sama terhadap variabel terikat (Y). Nilai F hitung dapat dicari dengan rumus berikut :
Keterangan :
R2  = koefisien determinasi
k    = banyaknya variabel independen
n    = banyaknya anggota sampel
kriteria prngambilan keputusan pada taraf signifikan (α) = 5% dengan derajat kebebasan (df) k dan (n-k-1) adalah sebagai berikut:
Jika F hitung ≤ F tabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
Jika F hitung > F tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

a.          Uji t-statistik
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara individu diukur dengan menggunakan uji t-statistik. Nilai t-statistik hitung dapat dicari dengan rumus :
pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikansi atau keberartian setiap variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dalam model regresi. Pada taraf signifikasi (α) = 5% dan derajat kebebasan atau degree of freedom (df) = n-k-1 yang mana n adalah jumlah sampel dan k adalah banyak nya variabel independen, maka akan diperoleh besarnya nilai t tabel. Selanjutnya pengujian t-statistik dilakukan dengan uji satu sisi. Adapun ketentuannya sebagai berikut :
uji sisi kanan :
jika t hitung ≤ t tabel berati Ho diterima dan Ha ditolak
jika t hitung ≥ t tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima
uji sisi kiri :
jika t hitung ≥ t tabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak
jika t hitung ≤ t tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima


 DAFTAR PUSTAKA

BAPEPAM. 1995. Undang-Undang No 8 Tahun 1995. Bapepam. Jakarta
Boediono. 2001. Ekonomi Makro. Edisi-4. penerbit BPFE, Yogyakarta.
Hayudha Pramushinta. 2008. Analisis Pengaruh Pergerakan Indeks Bursa
Asing, Tingkat Inflasi, Harga Minyak Mentah Dunia, Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar Amerika, Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Skripsi, Universitas Gunadarma.
Heli Charisma Berlianta. 2005. Mengenal Valuta Asing , Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Kasmir. 2002.  Bank dan Lembaga keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
M Paulus Situmorang. 2008. PengantarPasar Modal, Edisi 1, MitraWacana Media, Jakarta
Mankiw, Gregory. 2006. Teori makro ekonomi Edisi lima. Erlangga. Jakarta
Muana, Nanga, 2001. Makro Ekonomi, Masalah dan Kebijakan, PT. Raja                       Grafindo Persada, Jakarta
Sawidji Widoatmodjo. 2005. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Tajul, khalwaty. 2000. Inflasi dan Solusinya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. 2006.  Pasar Modal di Indonesia , Salemba  Empat , Jakarta