Rabu, 02 Januari 2013
Kunjungan kerja
anggota Dewan Perwakilan Republik (DPR) ke luar negeri sering terdistorsi
menjadi kegiatan bersenang- senang. Siasat studi banding kerap menjadi alibi
para anggota dewan untuk membenarkan diri. Meskipun dilain sisi, esensi dari
studi banding tidak sesuai dengan mamfaat yang diperoleh.
Kunjungan
anggota DPR ke luar negeri seakan memperpanjang reputasi kontroversi anggota
DPR. Kasus terakhir, perjalanan Badan Legislasi (Baleg) DPR ke Denmark dan
Turki untuk menentukan logo palang merah mendapat kritikan tajam dari publik.
Bukannya fokus dalam studi banding penentuan logo palang merah, namun dari
lembar foto perjalanan legislator yang diambil warga Indonesia yang sedang
berada di sana membuktikan bahwa anggota Baleg DPR tampak bersantai ria di
jembatan raksasa yang menghubungkan dua buah pulau di Denmark. Sangat kontras
sekali, mengaku mau mencari masukan soal lambang Palang Merah, tetapi yang
dipelajari sebuah jembatan unik.
Forum
Independen untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan alokasi
anggaran untuk kunjungan anggota DPR ke luar negeri mengalami kenaikan pada
tahun 2012, yakni mencapai Rp 140 miliar, sedangkan pada alokasi anggaran tahun
2011 hanya sebesar Rp 137 miliar.
Setelah
menuai kritik publik, wacana penghentian sementara (moratorium) kunjungan ke
luar negeri sebaiknya disikapi dengan postif. Evaluasi dengan kebijakan
penghentian sementara (moratorium) kunjungan anggota DPR ke luar negeri menjadi
solusi untuk menjinakkan gaya glamor yang kerap menjadi kritikan publik kepada
anggota DPR.
Pertama, Kebijakan moratorium kunjungan anggota DPR ke luar
negeri akan memberikan penegasan terhadap sikap anggota DPR untuk mengagendakan
peningkatan kualitas kinerja yang berorientasi juga pada peningkatan pelayanan
publik.
Kedua, Kebijakan moratorium ini dapat mengurangi pemborosan
anggaran. Pelaksanaan kunjungan kerja anggota dewan selama ini kerap
menghabiskan biaya miliaran rupiah, sehingga dengan kebijakan ini biaya
kunjungan kerja anggota dewan dapat dialihkan untuk program- program
kesejahteraan rakyat.
Ketiga, pelaksanaan kebijakan moratorium ini akan memfokuskan
dan memacu kinerja anggota terhadap kebutuhan dan permasalahan dalam negeri
yang begitu kompleksnya.
Keempat, kebijakan moratorium ini didasarkan pada keprihatinan
terhadap kondisi tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Kontradiksi kehidupan
glamor anggota dewan dengan kondisi masyarakat yang masih miskin akan sangat
melukai keadilan di masyarakat, padahal kemewahan anggota dewan didapat dari
uang rakyat.
Sebenarnya
pembahasan rancangan undang-undang dapat dilakukan tanpa kunjungan ke luar
negeri, dapat saja dirampungkan dengan meminta pendapat para pakar dan berbagai
data dengan negera tujuan tanpa perlu ke negara tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar