PENDAPATAN NEGARA INDONESIA

Minggu, 20 Maret 2011

Sektor Pariwisata Jadi Andalan Devisa Terbesar Negara

Kendari (ANTARA News) – Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Iptek Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Titien Soekarya mengatakan sektor kepariwisataan saat ini menjadi satu-satunya andalan pemerintah sebagai sumber penerimaan devisa negara terbesar.


“Sektor pariwisata dijadikan andalan sumber devisa negara oleh pemerintah, karena tidak mengeksploitasi sumber daya alam,” katanya, di Kendari, Kamis.
Menurut dia, sektor pariwisata bisa mendatangkan devisa negara dalam jumlah besar hanya dengan menjual keindahan alam atau keanekaragaman budaya kepada para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, tanpa mengambil sesuatu dari alam.
Artinya, kata dia, pengelola kepariwisataan hanya mengeksploitasi keindahan alam suatu daerah atau keragaman budayanya, tanpa mengurangi apa pun yang disediakan oleh alam.
“Kekuatan pariwisata dalam menyedot devisa negara terletak dari kemampuan pengelola dalam mengemas dan memasarkan objek wisata kepada para wisataan,” katanya.
Menurut dia, ketika wisatawan tertarik mengunjungi daerah tujuan wisata, maka devisa negara mulai mengalir.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah pusat melalui Kembudpar mulai 2010 mencoba menggulirkan program Desa Wisata, yakni program memberdayakan masyarakat desa yang bermukim di sekitar kawasan objek wisata.
“Melalui program ini warga desa diberi pemahaman dan pengetahuan, bagaimana melayani dan menyediakan kebutuhan bagi wisatawan. Pada saat yang sama, warga juga diberdayakan, dengan memanfaatkan berbagai potensi sumber daya ayam yang ada di desa mereka,” katanya.
Khusus pemberdayaan warga desa, menurut Titin, pada 2010 Kembudpar memberikan dana melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandi Pariwisata sebesar Rp 100 juta per desa. Dana tersebut disalurkan langsung ke rekening kelompok masyarakat yang dipercaya untuk mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif di desa mereka.
Di Sultra sendiri, kata dia ada delapan desa yang ditunjuk menjadi desa wisata. Dari delapan desa tersebut salah satunya dijadikan projek percontohan oleh Kembudpar, yakni Desa Toronipa di Kabupaten Konawe.
“Diharapkan pemerintah daerah menangani desa-desa yang dijadikan desa wisata ini, secara lintas sektoral. Artinya, apa yang menjadi kendala di desa tersebut ditangani langsung oleh pemerintah setempat,” katanya.
Menurut dia, di lokasi obyek wisata di sekitar desa wisata, tidak boleh lagi ada invetor, baik nasional, maupun asing mendirikan usaha perhotelan maupun restoran.

Untuk tempat menginap atau makan para wisatawan, cukup memanfaatkan rumah-rumah penduduk warga setempat.
“Tugas Pemerintah daerah, memasilitasi warga agar menyiapkan kamar-kamar rumah mereka dan kamar mandi, seperti tempat tidur di hotel, sehingga bisa disewakan kepada para wisatawan. Halaman rumah, juga harus ditata rapi dan bersih, sehingga kelihatan indah dan nyaman,” katanya. (ANT227/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011

KEMISKINAN DI INDONESIA

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan


SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.PADA umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Penyebab kegagalan
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN.Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal.Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara BPS dan BKKBN pada waktu itu.Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada tahun 1999 adalah 27 persen, sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka ini cukup menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan karena data yang digunakan untuk target sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada angka BPS.Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antardaerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-model ekonometrik.Untuk data mikro, beberapa lembaga pemerintah telah berusaha mengumpulkan data keluarga atau rumah tangga miskin secara lengkap, antara lain data keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN dan data rumah tangga miskin
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik-lokal.

Strategi ke depan
Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal.Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas.Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas.Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era otonomi daerah sekarang. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.
Belum memadai
Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterbandingan antarkabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga.
http://oisuarahati.wordpress.com/

DISTRIBUSI PEREKONOMIAN INDONESIA

DISTRIBUSI SPASIAL UKM DI MASA KRISIS EKONOMI
PENDAHULUAN
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati  sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan  dalam  ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen  dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas, 14/12/2001). Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM  kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.
Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting  keberadaan UKM  (Berry, dkk, 2001).  Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar.  Kuncoro (2000a) juga menyebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.
Alasan yang ketiga yang dikemukakan Berry dkk di atas  sangat  relevan dalam konteks Indonesia yang tengah mengalami krisis ekonomi. Aspek fleksibilitas  tersebut menarik pula dihubungkan dengan hasil  studi Akatiga berdasarkan survei di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Utara dan Sumatra Utara. Temuan   Akatiga tersebut seperti dikutip Berry dkk (2001) adalah  bahwa  usaha kecil di Jawa lebih menderita akibat krisis daripada luar Jawa, begitu pula  yang di perkotaan bila dibandingkan dengan yang di pedesaan.

Sementara itu, berdasarkan data PDRB,  krisis ekonomi telah menyebabkan propinsi-propinsi di Jawa  mengalami kontraksi ekonomi yang lebih besar ketimbang daerah-daerah lain di Indonesia (lihat gambar berikut).  Lima propinsi di Jawa seluruhnya adalah lima besar propinsi di Indonesia yang mengalami kemorosotan ekonomi terparah. Pada tahun 1998, saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi terparah,  hanya  Papua saja yang pertumbuhan ekonominya masih positif sedangkan propinsi-propinsi lainnya mengalami kontraksi.  Pada tahun tersebut,  seluruh propinsi di pulau Jawa mengalami kontraksi ekonomi yang jauh lebih parah daripada propinsi-propinsi lainnya (lihat juga Akita dan Alisjahbana, 2002).
Demikianlah, selain  ekonominya mengalami kontraksi terparah, usaha kecil di propinsi-propinsi di pulau Jawa juga lebih menderita akibat krisis ekonomi.  Sementara itu,  menurut hasil analisis Watterberg, dkk (1999),  dampak sosial dari krisis ekonomi  amat terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan di Jawa, serta sejumlah propinsi di Indonesia bagian Timur.   Dengan kata lain, terdapat indikasi adanya dimensi spasial dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997.
Dalam konteks UKM, salah satu pertanyaan yang menarik untuk dimunculkan adalah apakah krisis ekonomi betul-betul membawa pengaruh pada dinamika spasial UKM? Tulisan ini hanya mengamati salah satu aspek  saja dari dinamika spasial UKM, yakni distribusi spasialnya.  Dapat dikemukakan bahwa selama ini sejumlah studi sudah dilakukan untuk mengamati  distribusi spasial industri manufaktur, khususnya yang berskala besar dan  menengah, misalnya Azis (1994), Hill (1996), Kuncoro (2000a), Sjöberg dan Sjöholm (2002). Namun, pengamatan serupa terhadap UKM tampaknya  masih belum banyak dilakukan (Kuncoro, 2000b).
BERTAHAN DENGAN UKM
Krisis ekonomi, apalagi yang sangat parah, tentu telah menyulitkan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini bukanlah hal yang mengejutkan  kalau pengangguran, hilangnya  penghasilan serta kesulitan memenuhi kebutuhan pokok merupakan persoalan-persoalan sosial yang sangat dirasakan masyarakat sebagai akibat dari krisis ekonomi.  Hasil survei  yang dilakukan Bank Dunia bekerjasama dengan Ford Foundation dan Badan Pusat Statistik (September-Oktober 1998) menegaskan bahwa  ketiga persoalan itu  oleh  masyarakat ditempatkan sebagai persoalan prioritas atau  harus segera mendapatkan penyelesaian (Watterberg dkk, 1999).  Dengan kata lain, ketiga hal itu merupakan persoalan sangat pelik yang dihadapi masyarakat pada umumnya.
Kondisi ketenagakerjaan  pada masa krisis kiranya dapat memberikan gambaran dampak sosial dari krisis ekonomi (Tabel 1). Tingkat pengangguran mengalami kenaikan dari 4,9 persen pada tahun 1996 menjadi 6,1 persen pada tahun 2000. Krisis ekonomi juga telah membalikkan tren formalisasi ekonomi sebagaimana tampak dari berkurangnya pangsa pekerja sektor formal menjadi 35,1.  Dengan kata lain, peran sektor informal menjadi terasa penting dalam periode krisis ekonomi. Sektor informal sendiri merupakan sektor dimana sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada.
Sementara itu, belakangan ini banyak diungkapkan bahwa UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi.  Dengan memupuk UKM diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi (Kompas. 14/12/2001). Hal serupa juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya  sebagian besar  bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru.  Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya setidaknya bila dikaitkan dengan perannya  dalam meminimalkan  dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya  persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat.
UKM boleh dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal.  Dengan hal ini maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan.  Bagaimana dengan anjloknya pendapatan masyarakat yang tentu saja mengurangi daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang sebelumnya banyak disuplai oleh usaha berskala besar? Bukan tidak  mungkin produk-produk  UKM justru menjadi substitusi bagi produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan atau setidaknya masa-masa sulit akibat krisis ekonomi. Jika demikian halnya maka kecenderungan tersebut  sekaligus juga merupakan respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat.
Data UKM tersebut bersumber dari publikasi BPS berjudul  Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum Indonesia tahun 1998 dan tahun 2000.Hasil survei tersebut hanya  mencakup  UKM non-pertanian yang tidak berbadan hukum sehingga secara konseptual hasil survei tersebut  juga merefleksikan sektor informal kendati secara terbatas (www.bps.go.id). Oleh karena tidak mencakup sektor pertanian, maka data yang ada di sini barangkali pula  lebih mencerminkan UKM di perkotaan mengingat sektor pertanian sebagian besar berada di wilayah pedesaan. Perlu ditambahkan bahwa pada tahun 1997 tidak ada survei.   Selain itu, untuk tahun 1999 dan 2000 tidak ada data untuk Propinsi Maluku.  Selanjutnya, yang dimaksud dengan UKM dalam tulisan ini adalah sebagaimana definisi UKM tersebut.
Secara umum, hasil survei BPS di atas menunjukkan beberapa kecenderungan menarik. Dari gambar 1 tampak bahwa jumlah unit usaha UKM cenderung berkurang. Jumlah unit usaha pada tahun 2000 masih tetap lebih sedikit dibandingkan sebelum krisis ekonomi.  Hal yang sama juga terjadi pada jumlah tenaga kerja. Hanya saja, penurunan jumlah tenaga kerja tidaklah setajam penurunan jumlah unit usaha.   Oleh karena itu, tenaga kerja yang diserap oleh masing-masing unit usaha secara rata-rata justru mengalami kenaikan. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa UKM sebetulnya juga  mempunyai keunggulan dalam menyerap tenaga kerja di masa krisis ekonomi. Krisis ekonomi rupanya telah mempertinggi kemampuan masing-masing UKM untuk menyerap tenaga kerja.  Dengan kata lain, sektor  tersebut telah turut berperan dalam mengatasi persoalan pengangguran yang diakibatkan oleh krisis ekonomi.
Data-data tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa UKM memiliki kemampuan untuk menjadi pilar penting bagi perekonomian masyarakat dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi. Hal ini tidak lepas dari  kemampuan UKM untuk merespon krisis ekonomi secara cepat dan fleksibel  dibandingkan kemampuan usaha besar (Berry dkk, 2001). Namun demikian, ada pendapat bahwa sektor informal tidaklah memberikan perbaikan secara berarti terhadap taraf hidup para pekerjanya. Hidup di sektor informal hanyalah hidup secara subsisten (Basri, 2002).

DISTRIBUSI SPASIAL UKM
Pertanyaan awal yang perlu diperjelas di sini adalah apa indikator UKM yang digunakan. UKM pada dasarnya adalah aktivitas ekonomi sementara  aktivitas ekonomi sendiri secara umum dapat diindikasikan oleh tenaga kerja maupun nilai tambahnya (Sjöberg dan Sjöholm, 2002). Dalam tulisan ini, indikator yang akan digunakan adalah tenaga kerja UKM disertai jumlah unit usahanya sebagai pelengkap.
Dalam konteks industri manufaktur, penggunaan tenaga kerja dan nilai tambah secara bersama-sama sebagai  indikator  aktivitas ekonomi  dapat mencegah terjadi kesimpulan yang bias oleh karena perbedaan distribusi spasial dari industri-industri yang berbeda dimana ada yang bersifat padat tenaga kerja dan ada yang padat modal (Sjöberg dan Sjöholm, 2002). Namun dalam konteks UKM, bias itu mungkin tidak terlalu besar mengingat sebagian besar lebih mengandalkan tenaga kerja, termasuk yang tidak dibayar (lihat, Kuncoro, 2000a).
Seperti juga industri manufaktur besar dan menengah, distribusi spasial UKM dalam kurun waktu 1996-2000 juga terpusat di Pulau Jawa.  Pada tahun 1996, sekitar  66 persen UKM Indonesia berada di Jawa (Tabel 2). Sejak terjadi  krisis ekonomi, UKM justru makin memusat di Jawa, yakni menjadi sekitar 68 persen dari seluruh unit usaha UKM yang ada di Indonesia.  Dari lima propinsi di Jawa, hanya DKI Jakarta saja yang cenderung mengalami penurunan andil, sedangkan Jawa Tengah mengalami peningkatan secara sinambung. Selain  propinsi-propinsi Jawa, hanya Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan saja yang andilnya dalam jumlah UKM cukup tinggi.
Selain dari jumlah unit usaha, distribusi spasial tersebut tentu perlu pula dilihat dari sisi tenaga kerja. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa  krisis ekonomi mulanya menurunkan pangsa pulau Jawa, namun mulai tahun 1998 pangsa Jawa kembali meningkat sampai menjadi 66 persen pada tahun 2000. Sedangkan Sumatera justru sebaliknya, yakni meningkat pada tahun 1998 namun kemudian terus menurun sampai menjadi kurang dari 16 persen pada tahun 2000.
Untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih kuat, perkembangan penyebaran regional dari UKM dapat dilihat dari konsentrasi spasialnya. Konsentrasi spasial di sini menunjuk kepada terkonsentrasinya UKM pada beberapa daerah saja.  Sebagai contoh, dalam  studinya  yang mengukur trend konsentrasi spasial industri di Indonesia 1976-1995, Kuncoro menggunakan Indeks Entropi Theil (Kuncoro, 2000a).  Sedangkan untuk kasus industri manufaktur Indonesia 1980 dan 1996, Sjöberg dan Sjöholm (2002) menggunakan indeks Herfindahl dan indeks Ellison-Glaeser.
Kuncoro menemukan bahwa sampai sebelum tahun 1988, konsentrasi spasial industri memiliki pola menurun, namun sejak memasuki periode deregulasi, konsentrasi spasial tersebut justru mengalami peningkatan. Dicatat pula bahwa peningkatan konsentrasi spasial jauh lebih mencolok di Jawa daripada Sumatera maupun pulau-pulau lainnya di Indonesia.  Masih menurut Kuncoro (2002b), dalam kasus Indonesia, deregulasi perdagangan bersama dengan serangkaian deregulasi yang diterapkan justru memperkuat konsentrasi spasial industri manufaktur.
Sedangkan untuk kasus industri manufaktur Indonesia 1980 dan 1996, Sjöberg dan Sjöholm (2002) menggunakan indeks Herfindahl dan indeks Ellison-Glaeser terhadap data tenaga kerja maupun nilai tambah yang dihasilkan industri manufaktur. Kesimpulan  yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan temuan Kuncoro.  Dari analisisnya, Sjöberg dan Sjöholm memukan bahwa tingkat konsentrasi spasial industri manufaktur dalam kurun waktu 1980-1996 tidaklah berkurang. Ditambahkan pula  bahwa liberalisasi perdagangan yang dimulai tahun 1983 telah gagal menurunkan tingkat konsentrasi industri manufaktur.
Kendati ukuran konsentrasi spasial yang digunakan berbeda, kedua studi tersebut di atas memperoleh kesimpulan yang relatif serupa.  Dalam tulisan  ini   ukuran konsentrasi spasial yang digunakan  adalah indeks Herfindahl yang diterapkan baik terhadap data unit usaha maupun jumlah pekerja UKM.  Hasil perhitungan indeks Herfindahl tersebut disajikan dalam Gambar 3.
Sebelum krisis, tingkat konsentrasi spasial unit usaha UKM adalah 0,126. Sebagai perbandingan, indeks Herfindahl industri manufaktur Indonesia tahun 1996 adalah 0,190 (Sjöberg dan Sjöholm, 2002). Hal ini tidak berubah banyak pada satu tahun setelah terjadi krisis ekonomi. Namun pada tahun 1999 konsentrasi spasial unit usaha UKM  mengalami peningkatan cukup tinggi dan belum menurun secara berarti pada tahun 2000.  Namun jika dilihat dari tenaga kerja, setelah krisis justru terjadi penurunan tingkat konsentrasi spasial kendati relatif kecil. Tahun 1999 dan 2000, indeks Herfindahl pekerja UKM meningkat menjadi lebih dari 0,12. Hal ini memberikan indikasi bahwa sejak terjadi krisis ekonomi, ada kecenderungan menguatnya konsentrasi spasial UKM di Indonesia. Kendati demikian, peningkatan konsentrasi spasial tersebut sebetulnya relatit tidak terlalu besar.
PENUTUP
Sejak terjadi krisis ekonomi 1997,  UKM memainkan peran dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan.  Data yang ada menunjukkan  bahwa peran tersebut cukup penting. Namun demikian bagaimana penyerapan tenaga kerja oleh UKM dari aspek spasial tampak masih kurang teramati.  Dalam tulisan ini yang diamati barulah soal distribusi spasial UKM dan belum sampai pada determinan dari dinamika spasial UKM itu sendiri.
Dari analisis dapat disimpulkan bahwa  sampai dengan tahun 2000,  UKM (non pertanian yang tidak berbadan hukum) masih tetap terkonsentrasi di pulau Jawa,   baik dilihat dari sisi jumlah usaha maupun jumlah pekerjanya. Terdapat pula indikasi menguatnya  konsentrasi spasial UKM  tersebut sejak  krisis ekonomi melanda Indonesia. Indikasi tersebut  kiranya masih perlu dilengkapi dengan upaya mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dinamika spasial UKM sebagaimana dilakukan dalam studi-studi terhadap idustri manufaktur pada umumnya.***
oleh : Zaim Mukaffi________________________________________

STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia

Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
Firmanzah, PhD
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

INVESTASI DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Prospek Investasi dan Perbankan dalam Perekonomian Indonesia




Dalam seminar sehari di LPPI,  pembicara kedua adalah bapak C. Harinowo, yang saat ini menjabat sebagai komisaris PT Unilever Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa pabrik Unilever di Indonesia sekarang menjadi benchmark untuk pabrik Unilever di seluruh dunia. Mengapa?  Pabrik Unilever yang baru dibangun pada tahun 2008 (?)  untuk “skin care products” dan direncanakan jika berhasil, pabrik baru akan dibangun pada tahun 2014, ternyata saat ini kapasitas produksi (sebesar 60.000 ton) telah mencapai 90 persen. Pertumbuhan penjualan Unilever di Indonesia sebesar 22 persen, sedang pertumbuhan Unilever secara global hanya 8 persen. Namun demikian, dari perusahaan emiten yang menghasilkan penjualan terbesar di Indonesia (ada 33 emiten), ternyata Unilever tak termasuk. Berarti banyak perusahaan lain yang memperoleh peningkatan penjualan lebih tinggi dibanding Unilever.
Oleh karena kapasitas produksi yang nyaris sampai pada kapasitas terpasang itu,  diputuskan  Unilever di Indonesia pada tahun 2010 akan melakukan investasi pembangunan pabrik baru untuk “skin care products” (dan juga capex lainnya). Dari mana sumber dana untuk investasi tersebut diperlukan? Ternyata tidak dibiayai oleh Bank, tetapi dari internal cash flow. Perkembangan internal cash flow yang kuat dan menggembirakan ini tak hanya dialami oleh Unilever, namun juga oleh perusahaan lainnya, seperti: 1) Kalbe Farma membangun pabrik susu di Cikarang senilai Rp.0,5 triliun yang juga dibiayai dari internal cash flow. 2)  Konimex membangun rumah sakit di Solo Baru dan Boyolali juga menggunakan dana sendiri. 3) Sanbe Farma membangun 3 (tiga) proyek senilai Rp. 1 triliun juga dengan dana sendiri.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa beberapa perusahaan di Indonesia mempunyai kemampuan sangat bagus, sehingga tak perlu modal dari luar. Kebutuhan investasi di Indonesia sangat besar karena di  driven to growth, yang  antara lain oleh: a) Jumlah penduduk yang sangat besar serta kemampuan yang meningkat, b) Sumber Daya Alam yang dimiliki. Dari penelitian,  terlihat ada kenaikan pada distribusi income kelas menengah di Indonesia. Jika kenaikan kelas menengah ini mencapai 30 juta orang, maka sebetulnya sudah melebihi seluruh penduduk Malaysia yang diperkirakan saat ini mencapai 26.6 juta orang. Ini merupakan potensi yang besar sekali, dan mendorong untuk peningkatan investasi guna memenuhi kebutuhan peningkatan daya beli ini.
Kebutuhan investasi dalam pertumbuhan ekonomi
Pemerintah menyatakan, untuk menumbuhkan perekonomian sebesar 7 persen ke depan, dibutuhkan investasi sekitar Rp.2.000 trilyun per tahun. Investasi tersebut dipenuhi oleh investasi PMA, investasi dunia usaha domestik, investasi perorangan (rumah dsb nya) dan juga investasi oleh pemerintah. Sumber pembiayaan investasi berasal dari Perbankan, Pasar Modal, Sumber Luar Negeri, APBN dan APBD, serta sebagian besar lainnya dari dana sendiri.
Perkembangan pinjaman oleh Perbankan selama beberapa tahun terakhir mencapai nilai nominal yang meningkat. Jika tahun 2007 kenaikan nominal Rp.210 trilyun, tahun 2008 kenaikan sekitar Rp.300 trilyun, namun sampai dengan September 2009 pinjaman baru tumbuh Rp. 64 trilyun. Dalam beberapa tahun terakhir, secara keseluruhan, total asset Perbankan tumbuh sekitar 15-17 persen per tahun, pertumbuhan yang sama juga dicapai oleh DPK (Dana Pihak ketiga).
Bagaimana prediksi ke depan?


Kebutuhan pembiayaan untuk investasi ke depan akan terus meningkat. Seberapa mampukah perbankan  Indonesia dalam melakukan peran tersebut di tahun-tahun mendatang? Seberapa besarkah potensi Indonesia untuk bermain dalam peta Perbankan global di tahun-tahun mendatang?
Berbeda dengan perekonomian makro, Perbankan Indonesia belum masuk dalam peta Perbankan global. Untuk kelas ASEAN saja, masuk Perbankan global masih tertinggal jauh dibelakang. Pada tahun 2006, dari sepuluh Perbankan ASEAN dari sisi aset nya, hanya Bank Mandiri yang masuk kategori tersebut.
Meskipun relatif tertinggal dalam hal pengumpulan aset, Perbankan Indonesia mampu untuk mencapai tingkat profitabilitas yang lebih tinggi. Dalam tahun 2008 dan 2009 ini, tingkat keuntungan Perbankan di Indonesia jauh lebih tinggi dari Singapura, Malaysia dan Muangthai. Maybank, misalnya, memiliki aset sebesar RM 269,1 milyar sementara laba bersih hanya sekitar RM 2,9 milyar dengan ROA sebesar 1,1 persen. CIMB (induknya Bank Niaga) memiliki aset sebesar RM 206,7 miliar sementara laba bersihnya RM 1,95 miliar dengan ROA sebesar 0,94 persen. Di Indonesia, Bank BRI dengan total aset sebesar Rp.246 trilyun memperoleh laba bersih sebesar Rp.5,96 trilyun dengan ROA sebesar 4,18 persen. Sementara Bank BCA memperoleh aset sebesar Rp.245 trilyun dengan laba bersih Rp.5,76 trilyun dan ROA sebesar 3,4 persen di tahun 2008.
Pada tahun 2010 Perbankan di Indonesia mempunyai prospek bagus untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 5,5 persen sementara pertumbuhan nominalnya akan mencapai di atas 10 persen. Dengan tingkat Asset to GDB ratio yang diperkirakan meningkat, maka prospek peningkaan Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, Deposito) juga akan relatif tinggi. Perkembangan luar Jawa lebih cepat dibanding di Jawa. Perkembangan ini memungkinkan tercapainya perkembangan pembiayaan yang lebih tinggi.
Dari hasil ulasan di atas, terlihat bahwa Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan investasi. Peningkatan investasi ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan industri, yang akhir-akhir ini ditengarai telah terjadi deindustrialisasi sejak terjadi krisis tahun 1998. Peningkatan investasi tentunya dapat menyerap tenaga kerja, dan iklim investasi ini  dipicu oleh adanya peningkatan kelas menengah yang mempunyai daya beli cukup besar di Indonesia. Masalahnya adalah bagaimana mengatasi agar jenjang antara kelas menengah ke atas dan masyarakat miskin ini berkurang.
Oleh: edratna | Desember 5, 2009
Sumber bahan bacaan:
Cyrillus Harinowo,Ph.D. Komisaris PT Unilever Indonesia. “Prospek Investasi dan Perbankan dalam Perekonomian Indonesia” Dibawakan pada seminar sehari : “Prospek Industri Keuangan dan Perbankan tahun 2010.” Kampus LPPI, Ruang  Serbaguna, Jl. Kemang Raya 35, Jakarta 12730. Senin, 30 Nopember 2009
« Dari seminar sehari: “Prospek Industri Keuangan dan Perbankan tahun 2010″

Mata Pencaharian Masyarakan Indonesia

Mata pencaharian masyarakat indonesia mungkin bisa di bilang masih banyak yang menjadi petani, bisa di bilang sebagian besar juga.Tetapi pemerintah kurang berkonsentrasi tentang mata pencaharian masyarakat kita ini, padahal jika pemerintah turut membantu banyak dalam hal ini bukan tidak mungkin indonesia akan menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia.Coba sekarang kita tenggok, beras saja import apa-apa import, lantas dari mana hasil yang ada di indonesia ini? coba kita renungkan bersama-sama.

Kualitas SDM di Indonesia

Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-i.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Prof. Nizam yang ditemui seusai seminar pendidikan dalam rangka Education Festival yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran di Aula Unpad, Jln. Dipati Ukur Bandung, Kamis (11/2).
Menurut Nizam, pembenahan kualitas SDM ini memang bukan pekerjaan mudah. Waktu yang dibutuhkan juga tidak akan sebentar. “Banyak yang harus dibenahi, tetapi kita harus optimistis karena SDM adalah kunci utama. Kalau sistemnya bagus tetapi SDM-nya jelek percuma. Tetapi kalau SDM-nya bagus walaupun sistemnya kurang bagus bisa lebih baik,” katanya.
Nizam menuturkan, harus diakui bahwa daya saing Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya di dunia bahkan di Asia Tenggara. Berdasarkan data dari Global Competitiveness Report di tahun 2008, Indonesia berada di peringkat 55 sementara di tahun 2005 di peringkat 69.
“Jauh di bawah Singapura, Malaysia, Cina, dan Thailand. Singapura berada di peringkat ke-5 sementara Malaysia di peringkat 21 di tahun 2008,” ujarnya. Lebih lanjut Nizam menuturkan, pekerjaan rumah yang dihadapi pendidikan di Indonesia masih cukup besar. Dikti, menurut dia, tidak mungkin mengatur seluruh sistem dengan permasalahan yang kompleks dan besar tersebut.
“Perguruan tinggi juga harus sprint untuk mengejar ketinggalan secara terus-menerus serta fokus dalam pengembangan penelitian untuk menjawab kebutuhan masyarakat dan membangun reputasi internasional,” ungkapnya. I ak dorong mandiri Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, praktisi pendidikan yang juga pengajar di Fakultas Psikologi Unpad, Hatta Ml in nl mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa kali terhadap anak didik, diperoleh kesimpulan, pendidikan di Indonesia tidak memberikan tempat untuk kemandirian serta kreativitas siswa. Metode yang digunakan selama ini hanya mengandalkan memori atau daya i-ngat siswa semata.
“Matematika hanya menghafalkan rumus, seharusnya memecahkan rumus. Bahasa hanya menghafalkan grammer, semestinya conversation. Akibatnya hampir tidak terlihat kegunaan dari pendidikan ini,” katanya. Oleh karena itu, menurut dia, orientasi pendidikan harus segera diubah. Sebab pendidikan selama ini hanya mementingkan produk, bukan proses yang sebenarnya jauh lebih penting. “Kita sudah coba ubah salah satunya dengan Sistem Kredit Semester di perguruan tinggi, tetapi tetap kalah dengan kekuatan kolektivitas yang sudah ada. Apalagi dasar di pendidikan sebelumnya sudah tertanam pola itu. Itulah sebabnya sejak awal saya tidak setuju dengan penjurusan di SMA. Karena siswa yang seharusnya tidak naik kelas justru diarahkan ke sosial budaya. Mereka kemudian masuk di jurusan sosial perguruan tinggi. Jadilah mereka hakim, jaksa, dan pengacara sekarang ini,” tuturnya. (A-157)***

Letak Geografis Indonesia

Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.

Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif . Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
  • Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
  • Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
  • Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
  • Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
  • Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Kepulauan Sunda Besar
Terdiri atas pulau-pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi dan dengan ribuan pulau-pulau sedang dan kecil berpenduduk maupun tak berpenghuni. Wilayah ini merupakan konsentrasi penduduk Indonesia dan tempat sebagian besar kegiatan ekonomi Indonesia berlangsung.
Pulau Sumatra
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.
Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.
Saat ini pulau Sumatra secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu:
Pulau Kalimantan (Borneo)
Kalimantan merupakan nama daerah wilayah Indonesia di pulau Borneo (wilayah negara Malaysia dan Brunei juga ada yang berada di pulau Borneo), berdasarkan luas merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian dan Greenland. Bagian utara pulau Kalimantan, Sarawak dan Sabah, merupakan wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan Kalimantan wilayah Indonesia dan wilayah Brunei Darussalam; di bagian selatan dibatasi oleh Laut Jawa. Bagian barat pulau Kalimantan dibatasi oleh Laut China Selatan dan Selat Karimata; di bagian timur dipisahkan dengan pulau Sulawesi oleh Selat Makassar. Di bagian tengah pulau merupakan wilayah bergunung-gunung dan berbukit; pegunungan di Kalimantan wilayah Indonesia tidak aktif dan tingginya dibawah 2.000 meter diatas permukaan laut; sedangkan wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya dan tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.
Pulau Kalimantan dilintasi oleh garis katulistiwa sehingga membagi pulau Kalimantan atas Kalimantan belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan. Kesuburan tanah di pulau Kalimantan kurang bila dibanding kesuburan tanah di pulau Jawa dan pulau Sumatera, demikian pula kepadatan penduduknya tergolong jarang. Pulau Kalimantan sama halnya pulau Sumatera, diliputi oleh hutan tropik yang lebat (primer dan sekunder). Secara geologik pulau Kalimantan stabil, relatif aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak dilintasi oleh patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif seperti halnya pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai terpanjang di Indonesia, Sungai Kapuas, 1.125 kilometer, berada di pulau Kalimantan.
Saat ini pulau Kalimantan secara administratif pemerintahan terbagi atas 4 provinsi yaitu:
Pulau Jawa
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di Indonesia. Pulau melintang dari Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.
Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi diatas 3.000 meter diatas permukaan laut berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di Jawa Timur yang terkenal sangat aktif. Bagian selatan pulau berbatasan dengan Samudera India, pantai terjal dan dalam, bagian utara pulau berpantai landai dan dangkal berbatasan dengan Laut Jawa dan dipisahkan dengan pulau Madura oleh Selat Madura. Di bagian barat pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Sumatera oleh Selat Sunda dan di bagian timur pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Bali oleh Selat Bali.
Hutan di pulau Jawa tidak selebat hutan tropik di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan dan areal hutan dipulau Jawa semakin sempit oleh karena desakan jumlah populasi di pulau Jawa yang semakin padat dan umumnya merupakan hutan tersier dan sedikit hutan sekunder. Kota-kota besar dan kota industri di Indonesia sebagian besar berada di pulau ini dan ibukota Republik Indonesia, Jakarta, terletak di pulau Jawa. Secara geologik, pulau Jawa merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan pulau Jawa.
Saat ini pulau Jawa secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila ditilik dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis Wallace berada di sepanjang Selat Makassar, yang memisahkan pulau Sulawesi dari kelompok Kepulauan Sunda Besar di zaman es. Pulau Sulawesi merupakan gabungan dari 4 jazirah yang memanjang, dengan barisan pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah, yang beberapa di antaranya mencapai ketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut; tanah subur, ditutupi oleh hutan tropik lebat (primer dan sekunder).
Sulawesi dilintasi garis katulistiwa di bagian seperempat utara pulau sehingga sebagian besar wilayah pulau Sulawesi berada di belahan bumi selatan. Di bagian utara, Sulawesi dipisahkan dengan pulau MindanaoFilipina oleh Laut Sulawesi dan di bagian selatan pulau dibatasi oleh Laut Flores. Di bagian barat pulau Sulawesi dipisahkan dengan pulau Kalimantan oleh Selat Makassar, suatu selat dengan kedalaman laut yang sangat dalam dan arus bawah laut yang kuat. Di bagian timur, pulau Sulawesi dipisahkan dengan wilayah geografis Kepulauan Maluku dan Irian oleh Laut Banda.
Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa khas Sulawesi; di antaranya Anoa, Babi Rusa, kera Tarsius. Secara geologik pulau Sulawesi sangat labil secara karena dilintasi patahan kerak bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan antara Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.
Saat ini pulau Sulawesi secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau-pulau lebih kecil membujur di selatan katulistiwa dari pulau Bali di bagian batas ujung barat Kepulauan Sunda Kecil, berturut-turut ke timur adalah, pulau Lombok, pulau Sumbawa, pulau Flores, pulau Solor, pulau Alor; dan sedikit ke arah selatan yaitu pulau Sumba, pulau Timor dan pulau Sawu yang merupakan titik terselatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan barisan gunung berapi aktif dengan tinggi sekitar 2.000 sampai 3.700 meter diatas permukaan laut. Diantaranya yang terkenal adalah Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di Flores. Kesuburan tanah di Kepulauan Sunda Kecil sangat bervariasi dari sangat subur di Pulau Bali hingga kering tandus di Pulau Timor. Di bagian utara gugus kepulauan dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda dan di selatan gugus kepulauan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Di bagian barat Kepulauan Sunda Kecil dipisahkan dengan pulau Jawa oleh Selat Bali dan di bagian timur, berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan Irian (dipisahkan oleh Laut Banda) dan dengan Timor Leste berbatasan darat di pulau Timor.
Berdasarkan kehidupan flora dan fauna maka sebenarnya pulau Bali masih termasuk Kepulauan Sunda Besar karena garis Wallace dari Selat Makassar di utara melintasi Selat Lombok ke selatan, memisahkan pulau Bali dengan gugusan Kepulauan Sunda Kecil lainnya di zaman es.
Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin ke timur gugus pulau maka hutan telah berganti dengan sabana; demikian juga kepadatan populasi di Kepulauan Sunda kecil sangat bervariasi, dari sangat padat di pulau Bali dan semakin ke timur gugus pulau maka kepadatan penduduk semakin jarang. Secara geologik, kawasan Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi oleh patahan kerak bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan pulau Jawa. Komodo, reptilia terbesar di dunia terdapat di pulau Komodo, salah satu pulau di kepulauan Sunda kecil. Danau Tiga Warna, merupakan kawasan yang sangat unik juga terdapat di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu di Pulau Flores.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi yaitu: *Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kepulauan Maluku dan Irian
Kepulauan Maluku dan Irian, terdiri dari 1 pulau basar yaitu pulau Irian dan beberapa pulau sedang seperti pulau Halmahera, pulau Seram, pulau Buru dan Kepulauan Kei dan Tanimbar serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya baik berpenghuni maupun tidak. Garis Weber memisahkan kawasan ini atas dua bagian yaitu Irian dan Australia dengan kepulauan Maluku sehingga di kepulauan Maluku, flora dan fauna peralihan sedangkan di Irian, flora dan fauna Australia.
Sebagian besar kawasan ini tertutup hutan tropik primer dan sekunder yang lebat, kecuali di kepulauan Tanimbar dan Aru merupakan semak dan sabana. Gunung berapi yang tertinggi di kepulauan Maluku adalah Gunung Binaiya, setinggi 3.039 meter; sedangkan di pulau Irian pegunungan berapi aktif memlintang dari barat ke timur pulau, gunung yang tertinggi adalah Puncak Jaya setinggi 5.030 meter di atas permukaan laut.
Pulau Irian juga merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang paling jarang di Indonesia, yaitu sekitar 2 orang per kilometer persegi. Secara geologik, kawasan Maluku dan Irian juga termasuk sangat labil karena merupakan titik pertemuan tumbukan ketiga lempeng kerak bumi, Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Palung laut terdalam di Indonesia terdapat di kawasan ini, yaitu Palung Laut Banda, kedalaman sekitar 6.500 meter dibawah permukaan laut.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Maluku dan Irian dibagi atas:
Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu – Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya – Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina – 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
sumber : wikipedia

Sumber Daya Manusia Di Indonesia

SDM Indonesia dalam Persaingan Global

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.

Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global.
Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan — tidak lebih dari 12% — pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia –baik yang berdomisili di kota maupun di desa– menuju pada selera global.
Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.
Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha serta melandaskan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost efficiency dan competitive advantages.
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis corporate.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.
Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang diciptakan pemerintah.
Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oligarki politik dan ekonomi. Oligarki ini justru bisa menjadi alasan mengelak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan pembangunan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Oleh: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB dan Pengamat Ekonomi
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html

MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT INDONESIA

Cobalah mengamati lingkungan sekitarmu. Identifikasikan kegiatan ekonomi orang-orang di daerahmu. Apakah pekerjaan mereka? Pekerjaan yang rutin dilakukan dan mendatangkan nafkah dinamakan mata pencaharian. Hal ini bisa dilihat dari corak kehidupan penduduk setempat. Berdasarkan ciri yang dimilikinya, kehidupan penduduk dapat dibedakan menjadi dua corak, yakni corak kehidupan tradisional (sederhana) dan corak kehidupan modern (kompleks). Masing-masing corak kehidupan memiliki ciri tersendiri.
Mata pencaharian penduduk yang memiliki corak sederhana biasanya sangat berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam. Contohnya pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sementara, mata pencaharian penduduk yang memiliki corak modern biasanya lebih mendekati sektor-sektor yang tidak terlalu berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa, transportasi, dan pariwisata. Selanjutnya kita akan mempelajari beberapa pola kegiatan ekonomi penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan.
1. Pertanian


Pertanian merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan. Masyarakat agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Berdasarkan bentuknya, pertanian dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Persawahan
Persawahan merupakan pertanian tetap (tidak berpindah) yang menggunakan lahan basah yang diairi secara teratur. Tanaman yang biasanya ditanam pada persawahan adalah padi. Berdasarkan cara pengairannya, persawahan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1) Persawahan irigasi, yakni persawahan yang menggu-nakan sistem pengairan tetap dan teratur dengan membangun saluran pengairan yang mengambil sumber air dari sungai atau danau atau dikenal dengan istilah irigasi.
2) Persawahan lebak yaitu persawahan yang berada di kanan kiri sungai-sungai yang besar. Sistem pengairannya mengandalkan air sungai yang ada.
3) Persawahan tadah hujan, yakni persawahan yang sistem pengairannya mengandalkan air hujan atau tergantung pada curah hujan. Pada musim kemarau, biasanya lahan ditanami tanaman-tanaman palawija.
4) Persawahan pasang-surut, yakni persawahan yang sistem pengairannya memanfaatkan air muara atau rawa yang pasang. Oleh karena itu, persawahan ini biasanya ditemukan di kawasan pantai atau sungai besar yang landai dan memiliki lahan pasang surut.
b. Tegalan
Selain persawahan, usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dapat juga dilakukan dengan menggunakan lahan kering yang disebut dengan tegalan. Tegalan berlokasi pada lahan yang tetap, tidak berpindah-pindah. Tanaman-tanaman yang ditanam pada tegalan biasanya lebih beragam dibandingkan ladang.
c. Perladangan
Selain dilakukan secara menetap, pertanian juga bisa dilakukan secara berpindah-pindah yang disebut dengan perladangan. Perladangan merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dengan cara berpindah-pindah (nomaden) untuk mencari lahan-lahan kosong yang bertanah subur. Lahan yang digunakan dalam perladangan biasanya merupakan lahan kering. Selain berpindah-pindah, pertanian ladang juga belum mengenal sistem irigasi, pengolahan tanah, dan pemupukan. Perladangan biasanya dilakukan penduduk dengan cara membabat pepohonan pada lahan yang ada di hutan dan kemudian ditanami dengan tanaman-tanaman tertentu. Tanaman yang biasa ditanam di ladang antara lain tanamantanaman palawija, padi huma, umbi-umbian, dan lainnya.
Perladangan kurang baik bagi kelestarian hutan, bila berlangsung secara terus-menerus dapat membuat hutan menjadi gundul sehingga tanah mudah terkena erosi. Sistem pertanian ladang atau petani nomaden banyak dijumpai di daerah-daerah yang masih mempunyai kawasan hutan yang luas seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
2. Perkebunan


Pernahkah kamu mengunjungi atau melihat perkebunan the atau kelapa sawit? Bagaimana luas perkebunan itu menurutmu? Tanaman yang ditanam pada perkebunan tidak terbatas pada tanaman pangan utama, namun juga berbagai jenis tanaman pangan tambahan semacam buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman yang diperlukan dalam industri juga biasanya ditanam di perkebunan, misalnya kapas, kelapa sawit,  tembakau, dan sebagainya.
Perkebunan dapat dijalankan pada lahan yang sempit seperti pekarangan rumah maupun luas yang memerlukan modal besar.
3. Peternakan


Usaha pembudidayaan hewan-hewan darat yang diperlukan oleh manusia, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk tujuan lainnya dinamakan peternakan. Faktor-faktor yang mendorong usaha peternakan di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Mempunyai padang rumput yang luas.
b. Iklimnya cocok untuk persyaratan hidup ternak.
c. Memperluas lapangan kerja di bidang peternakan.
d. Dapat diambil bermacam-macam manfaat, seperti dimanfaatkan tenaganya, daging, kulit, susu, dan kotorannya untuk pupuk pertanian.
Peternakan biasanya merupakan mata pencaharian sampingan dari penduduk yang menjalankan usaha pertanian. Berdasarkan jenis hewan yang diternakkan, peternakan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni peternakan hewan besar, peternakan hewan kecil, dan peternakan hewan unggas.
a. Peternakan Hewan Besar
Peternakan jenis ini membudidayakan hewan-hewan bertubuh besar, seperti sapi, kuda, dan kerbau. Ternak hewan-hewan bertubuh besar diambil manfaatnya dalam bentuk susu, daging, kulit, dan tenaganya sebagai alat transportasi. Selain itu, kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk alamiah yang diperlukan dalam usaha pertanian dan perkebunan.
b. Peternakan Hewan Kecil
Peternakan hewan kecil membudidayakan hewan-hewan bertubuh kecil, seperti babi, kambing, domba, kelinci, dan lainnya. Manfaat beternak hewan-hewan kecil adalah untuk diambil susu, daging, dan kulitnya.
c. Peternakan Hewan Unggas
Ayam, bebek, angsa, itik, dan puyuh merupakan beberapa contoh hewan unggas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Manfaat beternak hewan-hewan unggas adalah untuk diambil daging, telur, bulu, atau sebagai penghibur untuk dinikmati suara atau keindahannya.
4. Perikanan


Negara kita kaya akan potensi perikanan. Selain memiliki laut yang luas dan garis pantai yang panjang, Indonesia juga memiliki sumber air darat yang melimpah. Semua potensi tersebut dapat digunakan untuk mendukung sektor perikanan.
Berdasarkan jenis perairannya, usaha perikanan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Perikanan Darat
Perikanan darat merupakan usaha pembudidayaan atau penangkapan ikan yang dilakukan di daratan. Pembudidayaan perikanan darat dapat dilakukan di tambak, keramba, kolam, empang, dan lainnya. Perikanan darat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Perikanan air payau, dilakukan di tepi-tepi pantai yang datar dalam bentuk tambak atau empang. Jenis ikan yang diusahakan adalah udang dan bandeng.
2) Perikanan air tawar, meliputi perikanan di sawah, kolam, danau, sungai, dan keramba. Jenis-jenis ikan yang diusahakan adalah ikan mas, nila, lele, gurami.
b. Perikanan Laut
Usaha pembudidayaan atau penangkapan hewan-hewan laut disebut dengan perikanan laut. Penangkapan hewan-hewan laut biasanya dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan pesisir. Nelayan biasanya menangkap hewan-hewan laut di kawasan laut-laut dangkal atau zona neritik. Secara tradisional, para nelayan biasanya menggunakan perahuperahu kecil. Penangkapan besar-besaran biasanya menggunakan perahu motor yang besar. Jenis peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan sangat beragam, misalnya pancing, jala, jaring, sero, dan lainnya. Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar, karena hampir 60% wilayah Indonesia merupakan perairan laut. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain tongkol, cucut, biawak, dan tuna.
Pusat perikanan laut di Indonesia adalah:
1) Bagan Siapi-api (Riau) merupakan pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.
2) Cilacap dan Tegal (Jawa Tengah)
3) Muncar (Banyuwangi, Jawa Timur)
4) Airtembaga (Sulawesi Utara).
Hasil penangkapan ikan, baik perikanan darat atau laut perlu diawetkan agar dapat bertahan lama. Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain pendinginan, penggaraman, pemindangan, pengasapan, dan pengalengan.
5. Kehutanan


Lebih dari 50% kawasan darat di Indonesia adalah hutan. Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi beragam jenis pohon. Di kawasan hutan, biasanya tinggal berbagai jenis binatang yang menggantungkan kehidupannya pada hasil-hasil hutan. Sebagai negara yang berada di lintang khatulistiwa, Indonesia memiliki banyak hutan karena curah hujan yang tinggi.
Hutan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.
a. Berdasarkan Asalnya atau Terjadinya Hutan
1) Hutan alami, yaitu hutan yang tumbuh secara almiah. Contoh: hutan rimba.
2) Hutan buatan, yaitu hutan yang sengaja dibuat oleh manusia untuk diambil hasil kayunya untuk industri. Contoh: hutan karet dan hutan jati.
b. Berdasarkan Jenis Tanamannya
1) Hutan homogen, yaitu hutan yang hanya terdiri atas satu jenis tanaman saja. Contoh: hutan jati dan hutan pinus.
2) Hutan heterogen, yaitu hutan yang terdiri atas bermacammacam jenis tanaman, biasanya merupakan hutan alami.
c. Berdasarkan Fungsi atau Manfaatnya
1) Hutan produksi, yaitu hutan yang ditanam untuk dimanfaatkan kayunya, getahnya, dan sebagainya. Contoh hutan jati, hutan pinus, dan hutan karet.
2) Hutan lindung, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi tanah dari erosi dan untuk konservasi hutan. Hutan ini banyak dijumpai di pegunungan atau lerenglereng bukit.
3) Hutan suaka, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi jenis tumbuhan (cagar alam) dan jenis hewan tertentu (suaka margasatwa). Contoh: Kebun Raya Bogor dan Ujung Kulon (badak bercula satu).
4) Hutan wisata, yaitu hutan yang difungsikan untuk wisata dan rekreasi.
Secara umum fungsi dan manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi hidrologis yaitu dapat menyimpan cadangan air.
b. Fungsi ekonomis yaitu dapat diambil hasilnya untuk kegiatan produksi sehingga mendatangkan devisa bagi negara.
c. Fungsi klimatologis yaitu dapat mengatur cuaca atau iklim dan menyegarkan udara.
d. Fungsi orologis yaitu untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Oleh karena begitu pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan, maka kelestariannya perlu dijaga dari kerusakan, baik dari kebakaran hutan dan penebangan hutan secara liar (ilegal logging).
6. Pertambangan
Pertambangan dilakukan manusia dengan menggali, mengambil, dan mengolah sumber daya alam yang terdapat di perut bumi untuk memenuhi sebagian kebutuhan manusia. Kegiatan pertambangan tidak terbatas pada upaya penggalian dan pengambilan saja, namun juga meliputi upaya-upaya pengolahan sumber daya tersebut untuk dijadikan barang setengah jadi sebagai bahan dasar industri.
Secara garis besar barang tambang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Berdasarkan manfaat atau kegunaannya, barang tambang dapat dibedakan ke dalam tiga golongan.
1) Golongan A, yaitu barang tambang strategis dan penting untuk perekonomian negara. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, bijih besi, tembaga, dan nikel.
2) Golongan B, yaitu barang tambang yang vital dan penting bagi kehidupan orang banyak atau penting untuk hajat hidup orang banyak. Contohnya emas, perak, belerang, fosfat, dan mangan.
3) Golongan C, yaitu barang tambang yang secara langsung digunakan untuk bahan keperluan industri. Contohnya batu gamping, kaolin, marmer, gips, dan batu apung.
b. Berdasarkan bentuknya, barang tambang dikelompokkan sebagai berikut.
1) Barang tambang berbentuk energi, yaitu barang tambang yang dapat menghasilkan tenaga atau energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, dan uranium.
2) Barang tambang berbentuk mineral logam. Contohnya timah, tembaga, bijih besi, emas, perak, dan nikel.
3) Barang tambang berbentuk mineral bukan logam. Contohnya intan, belerang, gamping, marmer, pasir kwarsa, dan fosfat.
Selain dari pengelompokan di atas, barang tambang dapat dikelompokkan berdasarkan bahan asal pembentukannya yaitu mineral organik dan mineral anorganik. Mineral organik yaitu mineral yang berasal dari sisa makhluk hidup misalnya gas alam, minyak bumi, dan batubara. Mineral anorganik yaitu mineral yang berasal dari sisa-sisa bahan anorganik misalnya kaolin,
batu, pasir kwarsa, yodium. Adapun mineral logam bukan berasal dari organik ataupun anorganik.
Untuk mendapatkan barang tambang yang masih terdapat di alam perlu dilakukan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah eksplorasi yaitu melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pada suatu daerah yang diperkirakan mengandung barang tambang tertentu. Tahap selanjutnya adalah eksploitasi yaitu tahap pengambilan atau penambangan barang tambang di dalam bumi. Wilayah Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya alam. Namun begitu, belum semua potensi yang dimiliki telah dipergunakan secara maksimal.
7. Perindustrian


Perindustrian merupakan usaha manusia untuk mengubah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi. Bidang perindustrian merupakan bidang pencaharian yang terus meningkat. Pemerintah Indonesia berupaya untuk terus mendorong bidang perindustrian agar lebih maju, sehingga dapat menampung banyak tenaga kerja. Berdasarkan besaran proses produksinya, industri dapat digolongkan menjadi industri kecil, industri menengah, dan industri besar.
a. Industri Kecil
Industri kecil merupakan kegiatan industri dalam skala terbatas. Jenis industri ini biasanya berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya pun terbatas dan teknologi yang digunakan dalam industri ini tidak terlalu kompleks. Contohnya antara lain rumah batik, pembuatan makanan ringan, pembuatan anyam-anyaman, dan sebagainya.
b. Industri Menengah
Industri menengah merupakan kegiatan industri yang tidak berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya lebih banyak dari industri kecil dan teknologi yang digunakan dalam industri ini sudah mulai melibatkan mesin-mesin dalam jumlah terbatas. Contohnya antara lain industri percetakan, konfeksi, dan penggergajian kayu.
c. Industri Besar
Industri besar kegiatannya dalam skala besar. Jenis industri ini memerlukan modal besar, dengan jumlah tenaga kerja sangat banyak, dan teknologi yang digunakan sangat kompleks yaitu melibatkan mesin-mesin berukuran besar  dalam jumlah banyak. Contohindustri besar adalah pembuatan mobil, pesawat terbang, dan pengolahan besi.
8. Pariwisata


Pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan dengan tujuan rekreasi. Mata pencaharian di sektor pariwisata beragam jenisnya, antara lain berupa penjualan jasa sebagai pemandu (guide), penyedia penginapan (akomodasi), hingga agen perjalanan. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kawasan dan potensi pariwisata. Keindahan alam Indonesia sangat terkenal hingga ke berbagai negara. Namun, masih sedikit penduduk Indonesia yang bekerja di bidang pariwisata.
9. Transportasi dan Jasa
Jasa merupakan usaha manusia untuk membantu manusia lainnya dalam mencapai atau melaksanakan sesuatu. Sementara itu, transportasi merupakan kegiatan pemindahan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pencaharian penduduk dalam bidang ini pun sangat beragam. Bidang jasa dan transportasi terutama menjadi pilihan pencaharian masyarakat perkotaan. Beberapa contohnya antara lain adalah pekerjaan sebagai penerjemah, penyewaan barang, pengemudi, pilot, masinis, dan sebagainya.
10.Perdagangan


Perdagangan dilakukan untuk menyalurkan dan memasarkan barang jadi dari produsen pada konsumen. Perdagangan diperlukan karena adanya perbedaan jumlah barang atau komoditi tertentu antara suatu kawasan dengan kawasan lain. Berdasarkan besaran dan jenis barang, perdagangan dapat dikelompokkan menjadi perdagangan kecil, perdagangan menengah, dan perdagangan besar. Perdagangan kecil, kegiatannya berupa penyaluran barang langsung kepada pembeli (eceran). Perdagangan menengah kegiatannya berupa penyaluran barang dari pedagang besar pada pedagang kecil sehingga tidak melibatkan konsumen. Perdagangan besar kegiatan melibatkan produsen barang atau pemilik barang dalam jumlah besar dengan para pedagang menengah.
Sumber :
Suprihartoyo dkk, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial 1 : untuk SMP dan MTs Kelas VII, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 263 – 271.