MANAJEMEN BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Minggu, 19 Desember 2010

Belajar di perguruan tinggi merupakan pilihan strategik untuk mencapai tujuan
individual bagi mereka yang menyatakan diri untuk belajar melalui jalur formal
tersebut. Kesenjangan persepsi dan pemahaman penyelenggara pendidikan,
dosen dan mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi dapat
menyebabkan proses belajar bersifat disfungsional.
Belajar merupakan hak setiap orang. Akan tetapi, kegiatan belajar di suatu
perguruan tinggi merupakan suatu privilege karena hanya orang yang memenuhi
syarat saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tersebut. Privilege yang
melekat pada mereka yang belajar di suatu perguruan tinggi tidak hanya terletak
pada sarana fisik dan sumberdaya manusia yang disediakan tetapi juga pada
pengakuan secara formal bahwa seseorang telah menjalani kegiatan belajar dan
pelatihan tertentu. Dengan pengakuan tersebut, harapannya adalah bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai
wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan perilaku tertentu sesuai
dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan. Tujuan lembaga
pendidikan pada umumnya dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional. Yang
perlu dicatat adalah bahwa belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang
sengaja dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual
tertentu. Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan di antara berbagai
alternatif strategik untuk mencapai tujuan individual. Kesadaran mengenai hal ini
akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi yang
pada akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang belajar di perguruan
tinggi.
Karena seseorang mendapat privilege belajar di perguruan tinggi, seseorang
dituntut untuk berbuat atau bertindak lebih dari mereka yang tidak mendapatkan
privilege tersebut. Mereka yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya
mempunyai keterampilan teknis tetapi juga mempunyai daya dan kerangka pikir
serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mereka mempunyai
wawasan yang luas dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata
(masyarakat). Kalau mereka yang mempunyai privilege akhirnya berbuat atau
bertindak (termasuk cara belajarnya) seperti mereka yang tidak belajar melalui
lembaga formal maka mereka yang berstatus mahasiswa sebenarnya tidak
berbeda dengan mereka yang belajar tidak melalui lembaga pendidikan formal
kecuali bahwa mereka yang belajar di perguruan tinggi mempunyai kartu
mahasiswa dan dengan demikian dianggap statusnya lebih tinggi.
Bila belajar di perguruan tinggi tidak dapat mengubah wawasan dan perilaku
akademik atau sosial, pada saat mahasiswa lulus dari perguruan tinggi
barangkali mereka hanya bertambah keterampilan dan atributnya (misalnya
gelar) tetapi mereka sebenarnya tidak berbeda dengan mereka yang
memperoleh ketrampilan yang sama tanpa melalui pendidikan formal. Bila
keadaan ini terjadi, perguruan tinggi akan menjadi sekadar tempat antre untuk
memperoleh tiket masuk ke arena belajar yang sesungguhnya yaitu praktik di
dunia nyata. Akibatnya, kontribusi pendidikan tinggi dalam mengubah keadaan
masyarakat menjadi lebih baik dan maju akan menjadi kecil walaupun mungkin
tujuan individual mahasiswa yang sempit dan jangka pendek tercapai.
Aspek Belajar
Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar di perguruan tinggi, akhirnya
tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan belajar-mengajar yang
disebut kuliah. Kuliah merupakan bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa dan
pengetahuan/ketrampilan. Pemahaman dan persepsi mengenai hubungan ketiga
faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar. Kuliah
merupakan kegiatan yang membedakan pendidikan formal dan nonformal.
Namun hal yang perlu dicatat adalah bahwa kuliah bukan satu-satunya sumber
pengetahuan dan bukan satu-satunya kegiatan belajar.
Makna Kuliah
Arti kuliah pada umumnya diperoleh mahasiswa bukan karena kesadarannya
tentang arti kuliah yang sebenarnya tetapi karena pengalaman mahasiswa dalam
mengikuti kuliah. Kesan yang keliru akan mengakibatkan adanya kesenjangan
persepsi tujuan antara lembaga pendidikan, dosen dan mahasiswa sehingga
proses belajar-mengajar yang efektif menjadi terhambat. Gambar 1a di halaman
berikut melukiskan persepsi kuliah yang kebanyakan berlaku menurut
pengamatan penulis. Kuliah dan dosen dianggap merupakan sumber
pengetahuan utama (dan bahkan satu-satunya) sehingga catatan kuliah
merupakan jimat yang ampuh dan dosen merupakan dewa pengetahuan (tapi
hanya karena menyembunyikan pengetahuan tersebut). Lingkungan belajar
seperti itu menempatkan dosen menjadi seperti tukang sulap yang kelihatan
pintar tetapi hanya karena mengetahui muslihat-muslihat (tricks) yang sengaja
disembunyikannya dan kemudian menjual pengetahuan tersebut melalui loket
kuliah. Mahasiswa memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit dari tangan
dosen seperti membeli kue dari sebuah warung.

www.suwardjono.com

0 komentar:

Posting Komentar